JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tender pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Sistem Monitoring dan Perangkat Pengendali Situs Internet Bermuatan Negatif atau dikenal dengan mesin sensor internet yang dimenangkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI).
INTI berhasil menyisihkan 72 peserta melalui pemberian harga penawaran sekitar Rp 198,611 miliar dan harga terkoreksi Rp 194,059 miliar dengan skor harga 70 dan skor akhir 94.
Nilai pagu dari proyek ini sekitar Rp 211,8 miliar, sementara harga perkiraan sendiri (HPS) di kisaran Rp 211,87 miliar.
Kominfo dalam pernyataan resminya menyatakan mesin yang ditender ini bukan sesuatu yang istimewa karena semua ada di pasar. Mesin ini akan meng-otomatisasi pencarian (crawling) situs atau konten negatif di Internet yang selama ini dilakukan secara manual. Dukungan secara hardware ada beberapa perangkat seperti server, storage, dan lainnya
Direktorat Keamanan Kominfo nantinya sebagai pihak yang mengoperasikan mesin akan menambahkan keamanan dari sistem dan secara regular melakukan audit agar pengamanan dari alat itu terjamin. (Baca: Kontroversi mesin sensor internet)
"Kontroversi terus menerus muncul sejak diumumkan tender mesin sensor ini. Fakta-fakta terus terungkap ke media massa secara gamblang oleh berbagai pihak yang menyatakan ada ketidakberesan terhadap proses tender mesin sensor itu. Baiknya KPK bersama BPKP dan Irjen Kominfo lakukan penyelidikan agar tidak ada dusta diantara kita," tegas Direktur LPPMII Kamilov Sagala di Jakarta, Senin (23/10).
Menurutnya, jika tidak ada klarfikasi yang jelas terkait isu-isu yang masih beredar terhadap pengadaan dan kegunaan mesin sensor itu, maka menunjukkan Kominfo tak siap berdemokrasi.
"Ini kan orang mempertanyakan anggaran ratusan miliar yang digunakan untuk apa? Ada yang bilang secara teknologi tak butuh sebesar itu, tolong diperiksa dulu secara jelas. Ini harus disidik agar tidak ada keraguan terus tentang kinerja Kominfo," katanya.
Diharapkannya, KPK bergerak cepat tanpa harus menunggu pengaduan dari masyarakat dalam melakukan penyelidikan karena uang negara yang dibelanjakan lumayan besar. "Kan ini masuknya bisa ke pencegahan. Mumpung belum ada uang negara keluar. Tak perlu harus nunggu Dunmas (pengaduan masyarakat). Lha ini sudah banyak yang teriak-teriak di media mengungkap ada yang janggal terhadap proses dan kegunaan barang itu kok," tukasnya.
Salah seorang Anggota Komisi I DPR yang enggan disebutkan namanya menyatakan rencananya Menkominfo Rudiantara akan memberikan informasi secara detail tentang tender mesin sensor pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) tak lama lagi. "Waktu Raker sudah disinggung, tetapi kan itu lagi bahas RKA-KL alias anggaran 2018. Nanti RDP, dia (Menkominfo) akan jelasin. Silahkan datang saja RDP," ungkap wakil rakyat itu kepada IndoTelko melalui pesan singkat, Senin (23/10).
Asal tahu saja, banyak pihak mempertanyakan pengadaan dan kegunaan mesin sensor yang nilainya ratusan miliar rupiah itu.
Misalnya, Internet Development Institute (ID Institute) menilai proses lelang tak seperti lazimnya belanja teknologi di pemerintah dimana biasanya ada konsultan untuk membuat standar teknologi, solusi, hingga Bill of Quantities (BOQ), setelah itu baru lelang digelar. Sementara yang terjadi di lelang mesin sensor, tender dilakukan dulu, konsultan baru bekerja.
Metode penapisan yang digunakan untuk mesin ini pun menjadi perhatian dimana hanya "sekadar" crawling konten. Pola crawling ini sangat mudah dihindari oleh mereka yang tak ingin situsnya kena mesin sensor.
Kontroversi tak hanya dari sisi pengadaan mesin, tetapi juga untuk yang menjalankan mesin nantinya mengingat akan adanya Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) tak lama lagi.
Kabar beredar, Kominfo sudah menghapus anggaran Direktorat Keamanan (Ditkam) Kominfo dan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordination Center (IDSIRTII-CC) untuk 2018. Hal ini dilakukan karena Ditkam Kominfo akan dilebur ke BSSN.
Hal yang menjadi pertanyaan, jika anggaran untuk Ditkam Kominfo sudah tak dialokasikan, dan pembentukan BSSN tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan, siapa yang akan mengoperasikan mesin sensor dimana targetnya awal 2018 sudah harus berjalan? (Baca: mesin sensor internet)
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan mengatakan, target awal dari mesin sensor adalah 30 juta situs berbau pornografi. "Tahun depan kita pengadaan jasa untuk sensor internet. Kita kan gak punya jaringan, makanya dilelang. Anggaran untuk tender tahun depan itu Rp 74 miliar. Sistem ini bisa digunakan oleh berbagai kementerian dan lembaga," ungkapnya. (Baca: Jasa mesin sensor)
Sedangkan Menkominfo Rudiantara menegaskan fungsi dari mesin itu tak akan bertabrakan dengan BSSN karena untuk menangkal konten yang melanggar UU ITE. Sementara, BSSN lebih memperhatikan perkara keamanan siber.
“Nggak (bertabrakan). Kalau BSSN kan security. Sementara kami kan konten,” tangkis Pria yang akrab disapa RA itu awal Oktober lalu.(dn)