Kementrian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya menerbitkan Peraturan pengganti PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam trayek atau yang dikenal dengan aturan untuk taksi online.
Peraturan Menteri Perhubungan No PM 108 tahun 2017 ditandatangani oleh Menhub tanggal 24 Oktober 2017 dan akan berlaku efektif mulai 1 November 2017.
Langkah cepat ini dilakukan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi untuk memastikan tidak ada jeda kekosongan hukum.
Soalnya, putusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir 14 pasal yang terdapat dalam PM 26/2017 melalui putusan dengan nomor: 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah memunculkan gejolak di masyarakat. (Baca: MA Batalkan aturan)
Kondisi yang sudah kondusif antara pelaku usaha taksi konvensional dengan taksi online (Ridehailing) mendadak suhunya kembali naik. Puncaknya, beberapa daerah sempat mengeluarkan larangan beroperasinya Ridehailing di wilayahnya.
Hasil revisi
Tak mau mengulangi kesalahan yang sama, aturan baru sudah mempertimbangkan UU 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan UU 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Hasil revisi meliputi soal Argometer Taksi, Tarif, Wilayah Operasi, Kuota/Perencanaan Kebutuhan, Persyaratan Minimal Lima Kendaraan, Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor, Domisili TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor), SRUT (Sertifikat Registrasi Uji Tipe) Kendaraan Bermotor, dan Peran Aplikator.
Aturan tambahan lainnya terkait stiker ASK (Angkutan Sewa Khusus), kepemilikan SIM umum sesuai golongannya, kewajiban asuransi, kewajiban aplikator, ketentuan peralihan, dan lainnya.
Selesaikah kisruh ridehailing ini? Sepertinya tidak. Bom waktu masih tersisa walau aturan baru sudah dikeluarkan.
Setidaknya jika melihat demonstrasi yang melibatkan ratusan mitra ridehailing bersamaan dengan pengumuman disahkannya aturan tersebut.
Beberapa isu yang sepertinya masih menjadi perdebatan adalah masalah wilayah operasi, kuota armada, dan penetapan tarif batas bawah.
Sekilas, aturan baru ini semakin mengakomodasi para pemain ridehailing. Lihat saja dengan diijinkannya kepemilikan Surat Tanda Nomor Kendaraan dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas nama pribadi.
Nah, akankah untuk isu yang tersisa akan ada aksi penolakan yang berujung kembali direvisinya regulasi? (Baca: Revisi taksi online)
Hal yang menarik adalah sejak aturan dikeluarkan, belum dijalankan secara penuh, namun revisi sudah dilakukan dua kali.
Kalau begini patut dipertanyakan wibawa pemilik regulasi terhadap aturan yang dibuatnya.
@IndoTelko