Kominfo janji atur aplikator ridehailing

JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berjanji akan mengatur para aplikator ridehailing seperti GO-JEK, Uber, dan Grab, agar ada kesetaraan dan kepastian hukum bagi pebisnis di transportasi online.

"Memang ada pertemuan antara Asosiasi Driver Online (ADO) dengan Dirjen Aptika pada Desember 2017. Salah satunya membahas isu aplikator ridehailing," ungkap PLT Kepala Humas Kominfo Noor Iza dalam pesan singkat (28/1).

Noor mengungkapkan, salah satu permintaan dari ADO adanya pemberian sanksi bagi aplikator ridehailing yang melanggar aturan. "Perlu perluasan model sanksi misalnya dengan denda," katanya.

Sementara Ketua Umum Aliansi Driver Online (ADO) Christiansen FW Wagey dalam diskusi yang digelar BPTJ pada Sabtu (27/1) mengatakan PM 108/2017 yang dibuat Kementrian Perhubungan (Kemenhub) tak berarti jika Kominfo tak mendukung dengan menertibkan aplikator yag melanggar aturan.

"PM 108/2017 lebih banyak mengatur mitra pengemudi. Ini aplikator domain di Kominfo. Kami desak Kominfo berperan menertibkan aplikator yang masih merekrut sopir  online karena menurut PM 108/2017 perusahaan aplikasi dibidang transportasi dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum," tegasnya.

Perwakilan Aliansi HATI Transportasi Ferly Paputungan, menjelaskan yang menjadi tuntuntan atas revisi permen tersebut, yaitu transparansi antara Kominfo, pengusaha rental, dan aplikator melalui dashboard Kominfo.

"Pertama, soal dashboard aplikator yang harus dipegang oleh Kominfo dan pengusaha rental. Ini penting supaya Kominfo bisa mengontrol kinerja aplikator dan juga ke pengusaha rental yang bergabung dengan para aplikator dan kita bisa mengawasi para driver," jelas Ferly.

Ferly juga mempermasalahkan mengenai kebutuhan nota kesepahaman (Memo of Understanding/MoU) antara aplikator dan perusahaan rental untuk mengajukan izin e-pass ke Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Menurutnya, perusahaan aplikasi sulit memberikan nota kesepahaman tersebut. "Hanya satu yang memberikan MoU dari tiga aplikator besar di indonesia," katanya.

Selanjutnya, ia meminta keringanan untuk perusahaan-perusahaan rental kecil di Indonesia karena dalam aturan sekarang mengharuskan perusahaan-perusahaan itu harus memiliki lima mobil dengan izin atas nama badan hukum (PT).

Tak Berbeda
Kepala BPTJ Bambang Pri adanya PM 108 menjadikan tidak ada lagi perbedaan antara angkutan umum reguler dengan yang berbasis aplikasi.

“Agar tumbuh bersama-sama. Saling mengisi dan saling membina. Tidak ada lagi istilah taksi online dan non online. Terpeting bagaimana memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan aman dan nyaman,” kata Bambang Pri.

Diungkapkannya, kebutuhan terhadap transportasi di Jabodetabek ini masih sangat besar. Berdasarkan data yang ada pergerak orang di Jabodetabek ini sekitar 47 juta per hari, “Jadi peranan jasa transportasi apapun atau sekecil apapun sangat kita beri apresiasi, karena pemerintah tentu tidak mungkin bekerja sendirian. Pemerintah hanya bisa melaksanakan yang sudah diterapkan untuk capaian 5 tahun atau 10 tahun kedepan dengan melakukannya bersama-sama,” tambah Bambang Pri.

Asal tahu saja, PM 108/2017 akan berlaku penuh pada 1 Februari 2018. Jelang pemberlakuan, aksi demo dan perang pesan berantai antara pihak pro dan kontra kian sengit.

Di media sosial beredar informasi menyesatkan bahwa angkutan online akan berhenti beroperasi pada Senin (29/1) karena menolak PM 108/2017.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi meminta masyarakat tidak perlu panik dan khawatir. Informasi tersebut tidak benar.

Dirjen Budi menyampaikan bahwa pihaknya telah bertemu dengan perwakilan pengemudi angkutan online dari beberapa daerah. "Mereka menyampaikan bahwa mereka akan tetap beroperasi secara normal dan mendukung penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 karena mereka sebagai pengemudi angkutan online ingin segera di legalkan," ujar Dirjen Budi.

Dalam PM 108/2017 ada beberapa poin yang mengatur soal angkutan online dan beberapa diantaranya merupakan usulan dari asosiasi pengemudi online. "Soal tarif, kuota dan CC kendaraan malah merupakan usulan dari pengemudi angkutan online dan sudah kita akomodir dalam peraturan menteri perhubungan ini," jelas Dirjen Budi.

"Kami telah melaksanakan sosialisasi sejak lama. Bahkan sejak sebelum peraturan ini disahkan. Dalam sosialisasi tersebut kami juga melibatkan semua stakeholder dan mengundang semua asosiasi. Peraturan ini dibuat untuk kesetaraan. Menjembatani antara perusahaan taksi reguler dengan perusahaan angkutan online. Saya kira semua sepakat bahwa dalam berusaha di Indonesia perlu ada aturan yang harus diikuti," ujarnya.(id)