Hari Kamis (8/2) sepertinya akan tercatat sebagai salah satu sejarah kelam bagi industri telekomunikasi nasional.
Pada hari yang dianggap sebagai Kamis Kelabu atau "Black Thursday" oleh sebagian kalangan itu, bom waktu yang selama ini ditahan oleh manajemen Indosat meledak.
Pada hari itu, ratusan karyawan Indosat akhirnya tak tahan lagi dengan "tekanan" yang dialaminya selama ini dan memuntahkan lahar panas dengan mengungkapkan sejumlah ketidakdilan yang diterimanya dari manajemen anak usaha Ooredoo itu.
Didominasi baju warna hitam dengan dililit ikat kepala warna kuning, ratusan karyawan Indosat melakukan aksi unjuk rasa di halaman depan kantor pusat operator kedua terbesar di Indonesia itu.
Sejumlah spanduk yang menyuarakan jeritan hati para karyawan dibentangkan. Isinya antara lain meminta “Stop Restrukturisasi Irasional”, “Stop Lay Off”, dan lainnya.
Bahkan, ada spanduk lumayan mencolok berisikan “Ratusan anak negeri terancam di-PHK karena restrukturisasi tidak masuk akal yang dilakukan expatriate culun”.
Serikat Pekerja (SP) Indosat mengungkapkan sedang ada restrukturisasi yang banyak dialami engineer dimana selama ini sudah aktif ikut membangun jaringan dialihkan ke tenaga penjualan. “Jika target sales gak tercapai, di PHK,” kata salah seorang peserta aksi.
Peserta aksi menyakini restrukturisasi irasional itu tidak sesuai dengan amanah Undang-undang Tenaga Kerja.
Undang-undang mengatur penempatan tenaga kerja harus sesuai keahliannya.
"Apa yang diperjuangkan oleh Telco (operator), itu adalah jaringan. Sekarang kita orang-orang terbaik di jaringan merasa dilecehkan. Ini pelecehan luar biasa terhadap kapabilitas yang kita miliki," teriak seorang orator dalam aksi itu.
Para peserta aksi menilai sangkarut di pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di Indosat tak bisa dilepaskan dari terlalu dominannya Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam menentukan arah perusahaan tanpa melihat kearifan lokal. (Baca: Perjuangan karyawan ISAT)
Sudah lama
Jika merujuk ke belakang, sebenarnya kondisi "api dalam sekam" bagi karyawan Indosat sudah terjadi lama sejak Ooredoo menjadi penguasa di operator itu.
Pada 2012, kala Alexander Rusli baru saja diangkat menjadi Presiden Direktur di operator itu, ratusan karyawan Indosat melakukan demonstrasi dan mengusung isu yang sama yakni tentang "pincangnya" nasib antara TKA dan anak bangsa.
Jelang Alex lengser, pada Oktober 2017, isu SDM di Indosat kembali memanas. Kala itu isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menyeruak karena Indosat melepas bisnis digital dengan menutup lini usaha eCommere, cipika, dan melepas produk e-Money, Dompetku. Dampak dari perubahan itu ada SDM yang mendapat tawaran pensiun dini atau dipindahkan ke departemen lain. (Baca: Isu PHK di Indosat)
Jika dilihat dari kisah perjuangan karyawan menuntut haknya, bisa dikatakan "Black Thursday" baru bab pertama bagi Indosat Ooredoo.
Diprediksi akan ada aksi-aksi protes lainnya jika manajemen tak bisa mengelola dan merespons permintaan dari karyawan dengan arif dan bijaksana. (Baca: Indosat Bergolak)
Sedangkan bagi pemerintah, bisa menjadikan "Black Thursday" sebagai sinyal kuning bahwa kondisi SDM lokal di perusahan telekomunikasi dan Teknologi Informasi masih membutuhkan regulasi dan pengawasan yang kuat agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. (Baca: Impor SDM TI)
@IndoTelko