JAKARTA (IndoTelko) - Revisi biaya interkoneksi diyakini bisa menjadi insentif bagi industri seluler terutama dalam membangun jaringan.
Analis dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia Giovanni Dustin dalam kajian (22/2) menyatakan, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menyampaikan hasil evaluasi tarif interkoneksi (dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
Meskipun Menkominfo belum mengumumkan hasilnya, menurut informasi yang beredar di media, BPKP merekomendasikan skema asimetris, yang berarti perhitungan tarif interkoneksi akan didasarkan pada investasi jaringan operator (investasi lebih tinggi/infrastruktur yang lebih baik berarti membayar tarif interkoneksi yang lebih rendah).
"Skema ini positif bagi Telkom yang memiliki jaringan infrastruktur yang paling luas di Indonesia, walaupun dampaknya pada semua operator dan keseluruhan industri akan relatif terbatas. Selain itu, meskipun kami percaya bahwa tarif interkoneksi yang dipangkas saat ini bukanlah game-changer, ini merupakan perubahan positif yang memberi insentif untuk menggenjot investasi jaringan," ," katanya dalam kajian itu.
Menurutnya, penundaan revisi tarif interkoneksi telah berlangsung terlalu lama. Dampaknya tidak akan sesignifikan apabila direvisi tahun-tahun yang lalu. "Karena migrasi ke data terus meningkat, kami memperkirakan jumlah Menit Penggunaan (MoU) operator akan terus turun, yang akan mengurangi kontribusi pendapatan voice dan Interkonekesi. Kami memperkirakan pendapatan voice dan interkoneksi berkontribusi sekitar 21% dan 3% terhadap total pendapatan industri," katanya.
Sedangkan dari survei paket data yang dilakukan Mirae untuk Februari 2018 menunjukkan bahwa meskipun semua operator mempertahankan harga mereka dari Januari 2018, paket-paket murah (Paket Unlimited dan Paket Yellow ISAT, dan Xtra Kuota EXCL) tetap dipertahankan.
Selain itu, Telkomsel juga menambah kuota data utama (dari 3GB menjadi 6GB untuk Flash 10GB, dari 6GB menjadi 12GB untuk Flash 16GB, dari 8GB menjadi 16GB untuk Flash 20GB, dan dari 15GB menjadi 25GB untuk Flash 29GB), yang berarti memotong blended average data yield paket Flash dari Rp29 ribu menjadi Rp20 ribu.
Sebelumnya, beredar kabar Menkominfo Rudiantara akan mengesahkan biaya interkoneksi baru jelang Maret mendatang.
BPKP telah menyelesaikan tugasnya dan Menkominfo telah menerima surat rekomendasi dari lembaga tersebut terkait verifikasi baiya interkoneksi.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun kabarnya telah diajak diskusi oleh Kominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan biaya interkoneksi.
Ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan sengkarutnya penetapan biaya interkoneksi yang baru. Dalam surat resmi yang dilayangkan ke Kominfo, BPKP menuliskan rekomendasi mengenai skema penetapan biaya dan perhitungan biaya interkoneksi. (Baca: Skema biaya interkoneksi)
Dalam skema penetapan biaya interkoneksi BPKP merekomendasikan agar pemerintah dapat menetapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator (asimetris). Formula yang saat ini diberlakukan oleh Kominfo dalam menetapkan biaya interkoneksi adalah simetris atau biaya yang sama antar operator. (Baca: Hasil audit interkoneksi)
Dalam surat rekomendasi BPKP tersebut juga memuat perhitungan biaya interkoneksi yang seharusnya dikeluarkan oleh masing-masing operator. Sehingga saat ini acuan biaya interkoneksi yang harus di bayarkan oleh masing masing operator sudah dikeluarkan oleh BPKP.(id)