JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disarankan untuk turun ke pasar pasca habisnya masa registrasi ulang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) pada 28 Februari 2018.
Dalam periode itu Kominfo mengungkapkan sekitar 305 juta nomor dari total 376 juta nomor seluler telah teregistrasi mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016.
“Sistem registrasi sesuai Permenkominfo No.14/2017 nyatanya masih membuka peluang untuk seseorang melakukan registrasi berganda terhadap kartu SIM prabayar. Apalagi bila dilakukan melalui gerai layanan, satu identitas KTP bisa registrasi berkali-kali. Kominfo sebaiknya turun ke lapangan untuk melakukan operasi pasar guna menelusuri masih adanya fenomena bakar-bakaran kartu perdana di industri seluler, sehingga program registrasi yang bagus ini tidak dicemari nomor-nomor aspal simsalabim,”saran Pengamat Telekomunikasi Garuda Sugardo, kemarin.
Anggota Dewan TIK Nasional ini mengungkapkan di masa belum diberlakukan registrasi prabayar berbasis NIK dan KK sudah menjadi rahasia umum adanya aksi “bakar-bakaran” kartu perdana.
Caranya, kartu SIM perdana yang kelamaan parkir di etalase, demi target "kring" dari operator, agen mengakalinya dengan menghidupkan melalui registrasi borongan. Setelah "on", konsekuensinya secara periodik mereka harus menjaga nafas kartu SIM perdananya dengan tambahan oksigen pulsa bakaran.
“Top up lagi dan lagi, maka lahirlah istilah "bakar-bakaran". Kalau terlambat bakar, kartu SIM yang masuk ke masa tenggang akan menggigil kedinginan dan kemudian hilanglah nyawanya; koit! Mudah-mudahan cerita bakaran ajaib seperti itu, dengan Permen 14/2017 itu tidak akan terjadi lagi,” kisahnya.
Diharapakannya, diberlakukannya registrasi prabayar berbasis NIK dan KK, pemerintah mau menjelaskan berapa banyak pemilik KTP yang mendaftar satu, dua, atau berulang kali. Semakin minim fraud-nya, tentu lebih baik.
Jika registrasi berjalan dengan benar maka hanya nomor seluler yang "halal" mengudara dan berselancar di dunia maya.
“Proses registrasi untuk pelanggan baru, di masa yang akan datang harus diatur lebih ketat. Kepemilikan nomor seluler wajar harus dibarengi tanggung jawab pemakainya. Operator tidak perlu berkecil hati bila terjadi "penurunan" jumlah pelanggan akibat registrasi. Karenanya kreativitas amat sangat dibutuhkan dalam menggenjot revenue dan produktivitas. Jangan lupa kualitas atas kepemilikan nomor lebih penting pelanggan ketimbang kuantitasnya. Kedepankan mutu dan layanan,” pungkasnya.(id)