JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disarankan tidak menggunakan "Kacamata kuda" dalam menjalankan registrasi ulang berbasis nomor induk kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) agar tidak menyulitkan masyarakat.
"Janganlah mentang-mentang sedang memerintah hobinya "merintah" tanpa melihat kendala teknis dan psikis yang dihadapi pengguna seluler untuk registrasi pakai NIK dan KK. Cara komunikasi pejabat Kominfo sekarang arogan dan mengedepankan kekuasaan sekali soal registrasi ini, padahal bukan eranya lagi pakai pendekatan arogan itu menjalankan sebuah kebijakan," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi di Jakarta, Jumat (2/3).
Heru mengungkapkan, dari survei yang dilakukan ke pengguna seluler, banyak yang ingin melakukan registrasi tetapi kendala dihadapi ketika nomor KK tak dikenali atau belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan KK definitif karena masih diproses oleh Dinas Kependudukan dam Catatan Sipil (Disdukcapil).
"Ada pelanggan masukin KK tak bisa, dia masukin nomor KK lama malah bisa. Ada juga sudah berhasil registrasi, eh di cek namanya jadi ganti. Ini kan sebenarnya kendala-kendala seperti ini bukan di pelanggan, tetapi di database Dukcapil. Terus solusinya apa? Pelanggan suruh update database sendiri? Rakyat sudah sulit mikirin hidup sehari-hari, ada lagi kerjaan ginian. Ini harus diperhatikan oleh Kominfo," katanya.
Menurutnya, jika merujuk kepada Pasal 16 ayat 2 a dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016, sebenarnya ada batas waktu 30 hari pelanggan masih bisa menggunakan secara penuh layanan selulernya.
"Kalau dibaca ayat A itu multitafsir, saya bisa menafsirkan itu dalam 30 hari harus didaftarkan jika tidak panggilan dan SMS keluar diblokir. Kalau ini yang dikomunikasikan ke pelanggan kan enak, bukan bilangnya per 1 Maret mulai diblokir terbatas, itu namanya arogan dan ngancam," sesalnya. (Baca: Hambatan Registrasi Prabayar)
Heru mengharapkan, kedepannya Kominfo memperbaiki cara berkomunikasi ke media massa dan masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan di publik. "Waktu Oktober dimulai registrasi sudah bikin gaduh, kemarin gaduh lagi. Ini mungkin sudah saatnya Menkominfo cari pejabat yang tepat urus komunikasi publik, kalau tidak "meneng bae" ajalah," pungkasnya.
Sebelumnya, Kominfo mengungkapkan sekitar 305 juta nomor dari total 376 juta nomor prabayar telah melakukan registrasi berbasis NIK dan KK. (Baca: Registrasi Prabayar)
Kominfo pun menegaskan per 1 Maret 2018 harus dijalankan pembatasan panggilan dan SMS keluar bagi pelanggan yang belum melakukan registrasi berbasis NIK dan KK.
Anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan masih ada pekerjaan rumah dibereskan pasca registrasi ulang selesai 28 Februari 2018. Pertama, mengevaluasi atau membersihkan hasil data nomor prabayar yang sukses registrasi ulang.
Operator wajib menyetorkan laporan data pelanggan prabayar setiap tiga bulan sekali. Isi laporan meliputi identitas pelanggan, jumlah kartu, dan nomor yang digunakan serta peruntukan pemakaiaan nomor. Operator juga wajib melaporkan data pelanggan prabayar yang menggunakan NIK untuk meregistrasi lebih dari 10 nomor. Terakhir, mengevaluasi peredaran data kependudukan.(id)