Indonesia butuh waktu lama miliki UU Perlindungan Data Pribadi?

Rudiantara (dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu yang masih lama untuk bisa memiliki Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi.

Sinyal itu setidaknya terlihat dari pernyataan Menkominfo Rudiantara yang mengungkapkan RUU Perlindungan Data Pribadi belum masuk sebagai prioritas pembahasan pada tahun 2018. (Baca: UU PDP)

"Banyak RUU lain yang menumpuk di DPR dan belum tuntas dibahas. Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) hanya 5 RUU baru masuk," ungkapnya saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Publik “Menanti UU Data Pribadi: Urgensi dan Harapan Masyarakat”, kemarin.

Diungkapkannya, Kominfo sudah menyampaikan RUU Perlindungan Data Pribadi ke Kumham. "Tapi saat dibicarakan dengan parlemen (DPR) tidak bisa jadi prioritas 2018. Karena masih banyak outstanding yang belum selesai dibahas. Sekarang kita baru ada Peraturan Menteri No 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik," jelasnya.

Menurutnya, pengaturan mengenai perlindungan data pribadi tetap menjadi prioritas Kominfo. “Yang namanya perlindungan  data pribadi menjadi  sesuatu yang tingkat urgensinya sangat tinggi dan menjadi prioritas. Saya akan tunjukkan dalam konteks  prioritas adalah pemerintah menyadari hal ini harus segera dibuatkan legislasinya,” paparnya  

Lebih lanjut dijelaskannya, UU Perlindungan Data Pribadi sangat penting bagi pengembangan eCommerce di masa yang akan datang.

"Pentingnya, ini akan membawa dampak ekonomi karena Eropa tidak mau cross border transactions di eCommerce dengan negara yang belum memiliki perlindungan data pribadi," jelasnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafiz mengakui banyak RUU tengah dibahas di DPR. "Kami masih menunggu penetapan RUU Penyiaran dan RUU Radio Televisi. Keduanya bisa jalan terus karena merupakan inisiatif DPR," katanya.

Menurut Meutya, perlu ada sosialisasi yang lebih gencar ke masyarakat luas soal pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi di era digital dengan pertukaran informasi super cepat.

Koordinator SAFEnet Damar Juniarto mengatakan kehadiran beleid itu untuk mencegah terus terjadinya penyalahgunaan data diri yang kerap terjadi di masyarakat.

"Di zaman serba digital, sulit sekali menghindari prakrik pengumpulan informasi diri sekarang. Jadi yang harus dilakukan selain kesadaran diri sendiri untuk melindungi data, juga dari pemerintah harus dibuat UU nya sebagai payung hukum yang jelas," ujarnya.  

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys UU Perlindungan Data Pribadi sudah merupakan sebuah keharusan.

"Karena sebenarnya yang paling sering memberi info data diri itu ya masyarakat sendiri. Pada berbagai aplikasi digital terutama ketika melakukan pendaftaran," ujar Merza.

Dikatakan Merza, selama ini dalam dunia aplikasi digital memiliki kekuatan dominan selalu pada pihak pemilik aplikasi. Masyarakat yang tidak mau mengikuti kebijakan privasi yang mereka tentukan secara otomatis tidak dapat ikut menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut. Hal itu dianggap merugikan masyarakat.

"Jadi itu nanti di UU juga harus isinya bisa memberikan kesempatan bagi pengguma untuk memiliki hak dalam menentukan apakah mereka bersedia untuk membagi atau bertukar data pribadi di kebijakan privasi aplikasi. Karena selama ini masyarakat tidak punya bargaining position," pungkas Merza.

Dalam catatan, draft RUU Perlindungan Data Pribadi sudah dibahas sejak lima tahun lalu. RUU ini pemerintah melibatkan tiga kementerian yakni Kominfo, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukim dan HAM (Kemenkumham).(id)