JAKARTA (IndoTelko) - Kebijakan registrasi prabayar berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) membutuhkan konsistensi dan ketegasan dari semua pihak agar tujuan dari program yakni menyehatkan industri seluler tercapai.
"Registrasi prabayar berbasis NIK dan KK itu kebijakan yang bagus. Tetapi untuk menjalankannya butuh konsistensi dan ketegasan, bukan mental tempe dimana bisa berubah-ubah karena ada tekanan sehingga berujung tak ada kepastian bagi semua pihak," tegas Anggota Dewan TIK Nasional Garuda Sugardo, kemarin.
Menurutnya, langkah Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengizinkan 1 NIK untuk meregistrasi 3 kartu perdana sudah tepat. "Ini sudah tepat, sejujurnya saya menginginkan ada regulasi lanjutannya," katanya.
Diungkapkannya, nomor telepon seluler (ISDN number) di banyak negara diatur secara ketat, dan kepemilikan nomornya identik dengan hak dan tanggung jawab pribadi. (Baca: Kumpulan berita Registrasi Prabayar)
"Betapa tidak? Sebagai identitas komunikasi, nomor ponsel kita adalah ibarat call sign seseorang. Ponsel bersifat personal dan kepanjangan dari indera telinga, mata, mulut dan pikiran dari pemakainya. Saking personalnya, dalam dunia seluler, Operatornya pun wajib merahasiakan pemiliknya seperti kerahasiaan pada perbankan, begitu kira-kira," katanya.
Ditambahkannnya, nomor ISDN seluler adalah sumber daya telekomunikasi yang diatur dan dibatasi. Sistem numbering dan zoning adalah pengejawantahan dari pelbagai pembatasan atas penggunaan nomor tersebut. "Di Indonesia memprihatinkan, ISDN perdana layaknya komoditas murahan, diobral dan pakai-buang belaka. Lha, lebih murah dari biaya top up?" gusarnya.
Diingatkannya, para Operator sudah saatnya mengucek mata, bangun dari zona nyamannya. "Sadarlah bahwa gelas sudah penuh terisi air, benang sulam sudah merajut seluruh bagian kain tenun, jangan paksakan pasar yang saturasi dengan kartu perdana data aktif pakai-buang. Dengan cara itu, kalian sebenarnya berkompetisi dengan pelangganmu sendiri. Bunuh diri dan konyol sekali," sesalnya.
Masih menurutnya, operator tidak pelak lagi berkewajiban untuk mengedukasi para penjual kartu prabayar. "Jangan jejali pedagang dengan doktrin subsidi atau tutup mata terhadap bakar-bakaran. Nafas seluler Indonesia sekarang, saatnya berubah ke sistem top up pulsa, dan celakanya ini bisa dilakukan secara online. Ini adalah konsekuensi dari revolusi industri 4.0," katanya.
Akibat pasar berpaling ke online, kejayaan "mal kartu perdana seluler" pun kian redup menatap lesu titik jenuhnya. Teledensitas pelanggan seluler Indonesia sudah melampaui populasi penduduk, ini adalah keniscayaan.
"Operator yang selama ini "dihidupi" oleh penjual SIM Card, bertanggung jawab secara moral memikirkan masalah ini. Dosa besar menyiksa Dealer dengan target "tanpa paksaan" tetapi dibarengi tekanan. Para ekspatriat di operator yang katanya jago-jago bisnis, sekarang kita uji mereka berpikir tentang kreativitas UKM. Konsultan asing yang dibayar mahal, suruh mereka buat kajian peningkatan revenue yang "halal". Oknum pejabat operator bermental pecundang harus ditendang. Jangan biarkan kartu perdana seluler menjadi blantika pakai-buang. Halo Negara, ini masalah serius, bersiapkah hadir?" tanyanya.
Sebelumnya, Kominfo menjanjikan untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Kominfo No. 21 Tahun 2017. (Baca: Registrasi Prabayar Goyang)
Sepertinya yang akan direvisi adalah Pasal 11 ayat 1 menyebutkan: "Calon Pelanggan Prabayar hanya dapat melakukan Registrasi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling banyak 3 (tiga) Nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan untuk setiap NIK pada setiap Penyelenggara Jasa Telekomunikasi."
Sementara ayat 2 menyebutkan, jika pelanggan membutuhkan lebih dari tiga nomor, maka pelanggan hanya bisa melakukan registrasi di gerai-gerai penyedia layanan operator seluler.
Kominfo menjanjikan menindaklanjuti tuntutan pemilik outlet dengan perubahan Peraturan Menteri sebagaimana telah disepakati dengan para operator pada 2 April 2018 yaitu memberi kewenangan pada outlet untuk dapat meregistrasi nomor keempat dan seterusnya dalam setiap operator sesuai perundangan berlaku.(dn)