JAKARTA (IndoTelko) – Panja Pengamanan Data Pribadi Komisi I (Panja) mulai bekerja menyelidiki isu penyalahgunaan data pribadi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dalam registrasi prabayar berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK).
Panja menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen PPI Kemkominfo yang juga Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad Ramli dan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, pada Senin (9/4).
Zudan Arif dalam kesempatan itu mengungkapkan telah melakukan rekonsiliasi data dengan operator terkait nomor shahih yang beredar dan valid di masyarakat.
Diungkapkannya, total akses NIK untuk pendaftaran kartu prabayar dari 10 Oktober 2017 hingga 4 April 2018 sejumlah 405.993.871 nomor.
Nomor SIM Card yang tercatat di Dukcapil sebanyak 367.452.952 nomor. Sedangkan di operator seluler sebanyak 335.021.759 nomor.(Baca: Hasil Registrasi Prabayar)
Terhadap selisih itu dilakukan rekonsiliasi dengan hasil 317.630.982 nomor per 4 April 2018. Rinciannya adalah Telkomsel sebanyak 151.792.483 nomor, Indosat (97.825.963 nomor), XL (46.746.784 nomor), Tri Indonesia (13.565.744 nomor), Smartfren (7.686.203 nomor), dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (13.805 nomor).
Data SIM Card Teregistrasi sesuai NIK dan KK
Dalam paparan Dirjen Dukcapil juga terungkap penduduk Indonesia yang memiliki satu nomor SIM Card sebanyak 84 juta orang, memiliki dua nomor 34 ribu orang, tiga nomor (11 juta orang), 4 nomor (5 juta orang), 5-10 nomor (4 juta orang), dan lebih dari 10 nomor sebanyak 220 ribu orang.
“Dalam registrasi, kami menyediakan nomor NIK dan KK, kenapa tidak NIK saja? Karena NIK itu beredar dimana-mana, kita daftar apapun meninggalkan NIK. Karena itu kita gunakan 2 nomor sebagai verifikator. Ini hanya untuk menyesuaikan,” katanya.
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo), Ahmad Ramli mengakui praktik sekarang ada operator yang menghapus nomor tak aktif, selanjutnya langsung menjual lagi.
“Inilah kompetisi antar operator sekarang, bagaimana menawarkan kelebihan, agar bergeser ke operator lain, ini terjadi. Dan sekarang terlihat dengan pola registrasi baru ini. Ada fenomena luar biasa, dulu outlet jual pulsa, tetapi seiring perubahan bisnis jual kartu prabayar yang berisi diskon atau bonus, jadi lebih murah beli kartu baru daripada top up,” pungkasnya.
Anggota Komisi I DPR Budi Youyastri meminta Dukcapil untuk menghapus data yang tak valid masuk dari registrasi prabayar. “Setiap tahun katanya ada inefisiensi Rp10 triliun dari praktik pakai-buang kartu perdana. Hapus saja data-data yang tak relevan itu,” tegasnya.(id)