Warganet resah dengan "malware cryptomining"

JAKARTA (IndoTelko) - Penelitian terbaru dari Avast mengungkapkan hampir 10% dari konsumen di Indonesia tidak peduli dengan malware cryptomining yang menginfeksi perangkat personal dan smart home mereka.

Avast mengadakan survey pada April 2018 yang diikuti oleh lebih dari 500 responden yang merupakan pengguna PC. Hampir 17% responden memiliki atau berinvestasi cryptocoins dan 43% berencana untuk berinvestasi cryptocoins.

Di antara kelompok ini, persentase yang serupa (44%) telah salah mempercayai bahwa malware cryptomining tidak akan bisa mempengaruhi mereka dikarenakan mereka tidak memiliki cryptocurrencies.

Penelitian ini dilakukan untuk lebih memahami persepsi dan pengetahuan publik tentang cryptomining atau proses jahat yang secara diam-diam menambang cryptocoins menggunakan malware yang tertanam di perangkat individu.

Hanya dibawah dua pertiganya (49%) konsumen Indonesia mengatakan bahwa mereka pernah mendengar malware atau website yang terinfeksi dengan pertambangan cryptocurrencies.

Penemuan ini menyimpulkan bahwa konsumen Indonesia menganut sikap apatis terhadap cryptomining yang jahat dan pengetahuan tentang ancaman ini masih rendah. Meskipun 65% dari responden tersebut mengaku bahwa mereka akrab dengan mata uang digital.

Dalam 12 bulan terakhir, malware penambangan koin telah berkembang semakin canggih dan luas.  Apabila dulu ancaman dunia maya hanya tertuju pada PC, kini hal tersebut telah berubah  dengan cepat dan menjadi ancaman atau risiko besar bagi ponsel cerdas dan ekosistem yang kompleks pada perangkat IoT.

Untuk menjadi lebih efektif dan menguntungkan, cryptomining membutuhkan kekuatan komputer dalam skala besar.

Sejak biaya yang dibutuhkan untuk menambang sangat tinggi dan kekuatan CPU pada PC dan ponsel cerdas cenderung rendah, penjahat dunia maya berusaha untuk membajak jaringan pada perangkat yang terhubung yang biasanya dikenal sebagai botnets untuk memaksimalkan keuntungan.

Bagi korban, ini berarti meningkatnya tagihan listrik, menurunnya produktivitas, adanya performa perangkat yang buruk, dan masa hidup perangkat yang lebih pendek. Mesin yang disusupi juga dapat meningkatkan risiko pencurian data pribadi.

“Kami melihat peningkatan signifikan oleh penjahat dunia maya yang merekrut perangkat Internet of Things (IoT) dan ponsel cerdas ke Botnet yang bertujuan untuk menambang cryptocoins. Malware dapat berkerja secara diam-diam di latar belakang setiap perangkat cerdas – tidak peduli jika korban memiliiki cryptocurrency atau tidak. Di Avast, tujuan kami adalah menghapus semua mitos yang berkaitan dengan cryptomining jahat dan mengedukasi masyarakat tentang risiko yang akan terjadi pada data pribadi dan peforma perangkat,” ungkap Peneliti Keamanan di Avast Martin Hron dalam keterangan, kemarin.

Diungkapkannya, biasanya, pengguna PC bisa mengetahui apakah komputer mereka merupakan bagian dari botnet atau tidak, karena PC cenderung merespon lebih lamban dibandingkan biasanya, memanas, atau mendistribusi trafik yang mencurigakan. Dengan perangkat IoT seperti kulkas cerdas dan asisten pribadi, gejalanya menjadi tidak begitu jelas. Pengguna membutuhkan solusi keamanan yang memantau trafik, perilaku, dan memperingatkan mereka ketika ada sesuatu yang salah.

Telah ada beberapa kasus dimana websites telah menawarkan pengunjungnya pilihan antara melihat iklan atau penambangan cryptocurrencies pada latar belakang.

Hanya 54% pengguna di Indonesia mengatakan bahwa mereka akan memilih cryptomining untuk pengalaman online tanpa iklan.

Pengguna PC dan ponsel cerdas dapat mengimplementasikan solusi antivirus gratis seperti Avast Free Antivirus untuk komputer atau Avast Mobile Security untuk perangkat Android.

Avast juga akan segera meluncurkan Smart Home Security pada akhir tahun ini yang didasarkan pada platform keamanan IoT Avast, Smart Life, dan akan memberikan konsumen perlindungan dan visibilitas berbasis AI dalam aktivitas di jaringan rumah mereka.(ak)