Ini saran Rudiantara untuk pengelola bandara di era digital

JAKARTA (IndoTelko) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai pengelolaan bandar udara perlu mempertimbangkan aspek efisiensi sebagai hal utama.

Dari sisi pengguna bandara, satu hal yang menjadi perhatian Rudiantara adalah masalah kepastian untuk setiap proses di lingkungan bandara.

"Pengalaman saya sebagai pengguna bandara, yang penting itu adalah efisiensi. Apalagi jika bandaranya memang tidak didesain sebagai bandara transit," katanya saat memberikan keynote speech dalam Seminar Internasional Airport of The Future: Smart Connected Airport in Disruptive Era di G 600 Angkasa Pura II Cengkareng, Tangerang, Banten, pekan lalu.

Berkisah tentang pengalaman menjadi pengguna fasilitasi Bandara Soekarno - Hatta, Rudiantara menyatakan perspektif pelanggan sangat penting diperhatikan untuk mengelola bandara agar menjadi lebih baik. Salah satu yang menjadi penekanannya adalah soal kepastian.  "Ironinya kita tahu kapan kapan pesawat landing dan take off. Tapi tidak ada kepastian berapa menit lagi kita mau take off," jelasnya.

Dikatakannya, mengelola airport dengan ekosistemnya sama seperti mengelola sistem logistik. "Pengelolaan yang tidak efisien akan membawa banyak implikasi. Makin lama di airport cost-nya makin tinggi dan implikasinya kemana-mana. Misalnya kalau waktu tunggu lebih lama, maka orang akan cari wifi, kemudian akan butuh tempat untuk makan," katanya.

Rudiantara menyatakan Bandara Soekarno Hatta selayaknya dikelola secara efisien bukan menjadi bandara transit seperti Changi atau Doha. "Bagaimana bisa mengatur agar langsung cepat terbang tanpa berlama-lama. Makin cepat terbang makin efisien," katanya.

Diakuinya salah satu tantangan dalam mengelola bandar udara adalah integrasi proses bisnis yang sangat kompleks. "Permasalahan yang dihadapi di Indonesia belum terintegrasinya bussiness process secara seamless, secara keseluruhan. Tantangan bagi kita bagaimana mengintegrasikan bussiness process," katanya.

Integrasi, menurut Rudiantara hanya bisa dilakukan ketika sekat dan ego sektoral dihilangkan. Setiap stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan bandara harus terbuka.  

"Keterbukaan antarelemen penting.  Solusinya bukan dari teknologi, jangan dewakan teknologi. Untuk membuat setiap hal menjadi lebih pasti harus mulai hilangkan ego sektoral yang bisa dimulai dari berbagi informasi. Buka semua API, jangan takut diambil yang lain. Semua yang ada di ekosistem terbuka semua," paparnya.

Rudiantara sekali lagi menekankan bahwa permasalahan bukan di aspek teknologi. Namun yang lebih penting adalah proses bisnis. "Kalau tadi sudah ada penerapan big data atau internet of everything (IoT), tapi itu cuma di hangar untuk kargo. Padahal pengelolaan bandara masih lebih dari itu," ungkapnya.

Ditegaskannya, teknologi hanyalah alat bantu dan kunci pemanfaatan teknologi ada pada proses bisnis yang jelas. "Jangan dewakan teknologi, itu cuma alat. Bagaimana kita bisa ubah proses bisnis dan membuat proses bisnis baru itu yang lebih penting," tandasnya.

Rudiantara menyarankan agar dibuat hackaton yang membuat solusi keseluruhan dalam pengelolaan bandara. "Mungkin nanti Pak Awal (Dirut Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin) bisa buat hackaton, yang bisa menjadi solusi untuk seluruh proses bisnis di ekosistem bandara. Mulai dari pengelolaan penumpang, kargo, airnav dan semuanya," usulnya.

Sebelumnya Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menegaskan pengelolaan bandara memang tidak sekadar memperhatikan aspek hard infrastructure, hal yang perlu dipertimbangkan adalah soft infrastruktur.

"Kita tidak bisa melihat dari sisi layanan airport saja secara fisik, namun bagaimana antar titik di bandara itu saling terhubung, salah satunya dengan teknologi," katanya.(ak)