JAKARTA (IndoTelko) - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG)berhasil membukukan laba sebesar Rp407,12 miliar hingga semester pertama 2018 naik 7,7% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp377,97 miliar.
Dikutip dari laporan keuangan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), penyedia menara ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp2,07 triliun naik 7,1% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp1,94 triliun.
Pendapatan Tower Bersama disumbang dari penyewaan menara yang dilakukan Telkomsel (44,7%), dari total pendapatan, disusul Indosat (23,34%), dan XL Axiata (15,36%).
Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) hingga semester pertama 2018 sebesar Rp1,793 triliun.
Per 30 Juni 2018, Tower Bersama memiliki 23.794 penyewaan dan 13.821 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 13.765 menara telekomunikasi dan 56 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 23.738, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,72.
“Di semester pertama tahun 2018, kami menambahkan secara organik 356 site telekomunikasi dan 861 kolokasi ke portofolio kami. Walaupun kami menambahkan 1.217 penyewaan organik di semester pertama 2018, angka penyewaaan bersih kami lebih rendah, hal ini terutama disebabkan oleh tidak diperbaharuinya penyewaan. Berdasarkan data pesanan kami, kami melihat kuartal ketiga yang kuat dan kami mempertahankan panduan pertumbuhan kami sebanyak 2.500 penyewaan untuk 2018 karena pelanggan telekomunikasi kami terus memadati dan memperluas jaringan 4G mereka di seluruh negeri,” tutur CEO Tower Bersama Hardi Wijaya Liong.
Ditambahkannya, meskipun fokus perseroan adalah pada pertumbuhan organik, tetapi peluang melakukan inorganik yang dapat menambah nilai bagi bisnis juga dilakukan. Pada bulan April, perseroan mengakuisisi 19,8% saham di perusahaan menara yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk (Gihon) sebesar Rp 127 miliar.
Perseroan juga telah membayar Rp64 miliar untuk obligasi wajib tukar untuk mengakuisisi tambahan 10% saham Gihon dari pemegang saham pendiri, yang membuat keseluruhan kepemilikan saham perseroan di Gihon menjadi 29,8%. Hingga akhir Juni 2018, Gihon memiliki 766 penyewa yang terdiri dari 529 menara dan 237 kolokasi.
Per 30 Juni 2018, total pinjaman (debt) Perseroan, jika pinjaman dalam mata uang US Dollar yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp19,688 triliun dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp13,744 triliun.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp700 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp18,988 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp13,044 triliun.
Menggunakan EBITDA triwulan kedua 2018 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 3,6x dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 5,3x. Kami masih terus memiliki ruang untuk menggunakan pinjaman tambahan berdasarkan covenant yang disyaratkan oleh fasilitas bank dan surat utang
“Strategi lindung nilai kami untuk melindung nilai seluruh utang kami dengan lindung nilai yang sesuai dengan jatuh tempo utang telah memastikan pergerakan Rupiah akhir-akhir ini tidak memiliki dampak material yang merugikan terhadap bisnis maupun finansial kami. Semua lindung nilai kami tetap efektif. Bahkan, kami terus mengakses pasar obligasi Rupiah dengan tingkat bunga yang bersaing. Di kuartal kedua tahun 2018, tingkat bunga efektif kami (dengan menggunakan angka lindung utang kami) telah turun menjadi 9,6% dari 10,3% di akhir tahun 2017,” tutur CFO Tower Bersama Helmy Yusman Santoso.
Helmy menambahkan di kuartal ini, tingkat leverage perseroan meningkat ke 5,3x terutama disebabkan oleh investasi di Gihon (EBITDA Gihon tidak terkonsolidasi), pembayaran dividen tunai untuk tahun buku 2017 sebesar Rp750 miliar dan pengeluaran terkait dengan pembelian kembali saham.
"Kami berharap rasio leverage kami turun di kuartal-kuartal berikutnya sebagai hasil dari pertumbuhan EBITDA dan arus kas operasional. Kontrak jangka panjang dan terjamin dari operator telekomunikasi memberikan cakupan yang sangat baik atas semua kewajiban utang kami di masa depan,” katanya.
“Per 30 Juni 2018, kami memiliki 3,75% saham treasuri. Berdasarkan EBITDA kuartal kedua tahun 2018 yang disetahunkan (“run-rate EBITDA"), pinjaman bersih di kuartal kedua 2018 (dengan mempertimbangkan kontrak lindung nilai), dan kapitalisasi pasar (disesuaikan dengan 3.75% saham treasuri per akhir Juni 2018), run- rate EV/EBITDA adalah ~12x berdasarkan harga saham Rp5.650,” pungkas Helmy.(wn)