JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang banyak terkait SDM cybersecurity.
Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, Riki Arif Gunawan mengatakan saat ini secara global maupun di Indonesia, terdapat gap yang cukup besar antara kebutuhan dan kesiapan SDM cybersecurity baik untuk lembaga pemerintahan maupun sektor privat dan industri.
Sementara dunia pendidikan, kekhususan di bidang IT di Indonesia belum seluruhnya bisa menampung dan mengajarkan cybersecurity yang bisa langsung diterapkan pada Industri.
“Cybersecurity sendiri merupakan keahlian yang memadukan tentang skill, management, technology dan seni. Di era digital saat ini, kebutuhan SDM cybersecurity dengan skill dan kapabilitas yang baik sangat diperlukan sehingga mengarahkan keahlian tersebut akan menjadi nilai tambah yang akan diperoleh dari apa yang telah didapatkan melalui pendidikan formal. Hal ini menjadi perhatian utama Pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan SDM Cybersecurity Nasional,” jelasnya, kemarin.
Dijelaskannya, keamanan siber menjadi isu prioritas era digital dan menjadi salah satu agenda utama pemerintah dalam memasuki era industri 4.0 yang berbasis internet of things (IoT).
“Dengan terus bertambahnya kerumitan, frekuensi dan intensitas serangan siber yang menyerang infrastruktur-infrastruktur kritis, maka baik pemerintah maupun industri mau tidak mau harus mulai menerapkan langkah-langkah pengamanan dengan lebih serius, salah satunya dengan melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang keamanan siber,” katanya.
Sebanyak 10 juta serangan yang mengakibatkan kerugian untuk perkembangan teknologi digital atau cyber attack diperkirakan terjadi setiap harinya di seluruh negara-negara internasional. Indonesia masuk sebagai top country cyber attack.
Khusus untuk Indonesia, tercatat menjadi negara peringkat ketiga yang masuk dalam radar sasaran cyber attack.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, tahun 2016 tercatat cyber attack menyasar 15 juta identitas di Indonesia. Sedangkan secara rata-rata, tahun 2017 Indonesia mengalami serangan siber hingga 1,225 juta setiap harinya.
"Inilah yang terjadi dan permasalahannya Indonesia itu selalu masuk negara besar target country. Serangannya bisa berbentuk hack, bisa DDOS dan lain sebagainya," ujar Menkominfo Rudiantara.
Rudiantara mengatakan telah siap melawan dan mengantisipasinya sebab memiliki kekuatan lembaga siber yang telah dibentuk serta sumber daya manusia di kelompok generasi muda.
Indonesia memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang secara regulasi memiliki kewenangan menangkal cyber threat.
Kemudian sejak tahun 2017, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga terus mengajak dan mencoba mengoptimalkan potensi generasi muda Indonesia yang mempunyai kapasitas di teknologi digital untuk bersama-sama memerangi cyber attack.
"Kita cari dan biayai. Nanti teman-teman yang sudah tersertifikasi dan 100 orang terpilih diharapkan menjadi cikal bakal sumber daya manusia yang akan berkembang untuk memproteksi negara kita melalui jaringan cyber," ujar Menteri Rudiantara.
Rudiantara menjelaskan, seluruh sumber daya generasi muda Indonesia yang telah terpilih memiliki peran dan tanggung jawab memproteksi negara dari serangan siber yang dapat menyasar pemerintahan, korporasi swasta, perguruan tinggi, LSM, CSO dan berbagai organisasi resmi lainnya.
Digicamp Born to Protect merupakan agenda program nasional untuk mencari bakat, membimbing, mendidik dan membina anak muda sehingga bisa ditempatkan ke industri yang membutuhkan cybersecurity talent.(wn)