JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya bersuara terkait maraknya konten Lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) di jejaring sosial Facebook.
“Sampai Rabu (10/10), Kominfo belum menerima surat pemberitahuaan dari KPAI mengenai keberadaan group-group (LGBT) tersebut,”ungkap Plt. Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam rilisnya (10/10).
Menurutnya, dalam dua hari (Selasa (9/10) dan Rabu (10/10) Subdit Pengendalian Konten Internet Negatif Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo RI telah melakukan analisis atas konten pada group Facebook yang diduga mengandung muatan LGBT tersebut.
“Pada prinsipnya, Subdit Pengendalian Konten Internet Negatif Kominfo akan melakukan tindakan blokir atau pemutusan akses jika konten-konten pada group Facebook tersebut mengandung muatan pornografi,” katanya.
Dijelaskannya, kategori pornografi mengacu pada UU No 44 Tahun 2008 adalah konten yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.
“Subdit Pengendalian Konten Internet Kominfo juga tengah berusaha berkoordinasi dengan Polres Garut mengenai kasus ini, jangan sampai jika group Facebook diblokir oleh Kominfo malah justru menghambat proses penyelidikan atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Polres Garut,” kilahnya. (Baca: Pisau tumpul sensor LGBT)
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kominfo menutup grup Facebook pria penyuka sesama jenis atau gay di Garut, Jawa Barat. Grup komunitas gay yang viral di media sosial tersebut diduga pesertanya adalah pelajar SMP dan SMA.
Masyarakat dihebohkan dengan informasi adanya grup pria sesuka sesama jenis atau gay di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Grup tersebut muncul di Facebook dengan nama 'Kumpulan Barudak Gay SMP/SMA Garut. Tercatat sudah 2,6 ribu anggota dalam grup tersebut.
Hingga awal Oktober 2018 ini, Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 890 ribu website yang melanggar undang-undang, 80% diantaranya adalah website pornografi.(wn)