Kominfo sederhanakan aturan untuk frekuensi 2,3 GHz

JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah membuka konsultasi publik untuk membahas Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Perencanaan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pada Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz.

Plt. Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan (16/10) menyatakan RPM tersebut akan menyederhanakan empat Peraturan Menteri (PM) yang sudah ada sebelumnya yaitu: Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) pada Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2011 tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29 Tahun 2012 tentang Prosedur Koordinasi Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi.

Terakhir, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 28 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) pada Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz.

RPM dikeluarkan memperhatikan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus memperhatikan pencegahan terjadinya saling mengganggu, efisiensi dan ekonomis, perkembangan teknologi, dan kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan.

"Ini juga bagian dari rencana pengurangan 100 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika," katanya.

Dalam RPM nantinya akan mengatur penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz menggunakan moda time division duplexing (TDD) berbasis netral teknologi dengan pembagian:

1. Rentang frekuensi radio 2300-2360 MHz untuk keperluan layanan jaringan bergerak seluler dengan cakupan layanan nasional.

2. Rentang frekuensi radio 2360-2390 MHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) dengan cakupan layanan berbasis zona.

3. Rentang frekuensi radio 2390-2400 MHz untuk keperluan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi.

4. Ketentuan mengenai koordinasi penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz yang dibagi menjadi: koordinasi penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz dengan negara tetangga yang dilakukan melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

Koordinasi penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz untuk keperluan layanan jaringan bergerak seluler.

Koordinasi penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband).

Koordinasi penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz antar penggunaan untuk layanan jaringan bergerak seluler dengan penggunaan untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband).

Asal tahu saja, di frekuensi 2,3 GHz terdapat dua operator seluler nasional yakni Telkomsel dan Smartfren. (Baca: Frekuensi 2,3 GHz)

Selain itu juga ada pemain Broadband Wireless Access (BWA) berbasis zona. Para pemain BWA yang aktif hanya First Media dan Internux dengan merek dagang Bolt dan Berca dengan merek HiNet.

Mahakamah Agung  (MA) pada Februari 2018 memenangkan banding Internux terhadap putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yakni menghukum Kominfo untuk memberikan izin penggunaan frekuensi selebar 30 MHz pada pita frekuensi radio 2.3 GHz dengan cakupan skala nasional kepada Internux.

Sayangnya, Internux sendiri tengah dibelit proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). (Baca: Tuntutan Internux)

Internux masuk PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta

Kominfo juga tengah menagih utang Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio yang belum dibayarkan Internux sejak 2016 hingga 2018 dengan nilai Rp 463 miliar.(id)