JAKARTA (IndoTelko) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk tidak terburu-buru menandatangani revisi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) mengingat kencangnya penolakan dari pelaku usaha di dalam negeri.
“Kami sarankan Pak Presiden tak buru-buru menandatangani draft revisi PP PSTE, karena ada sejumlah hal belum “selesai” isunya,” pinta Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia Alex Budiyanto kepada IndoTelko, kemarin.
Alex mengaku telah mengirimkan surat resmi ke Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan tembusan berbagai pihak bahkan Presiden pada Mei lalu terkait masih perlunya diskusi mendalam sebelum draft revisi PP PSTE ditandatangani.
“Kita kirim surat resmi ke berbagai pihak yang terkait dengan revisi PP PSTE sejak Mei lalu, tak ada balasan hingga sekarang,” ulasnya.
Dalam pandangan ACCI, isu yang belum tuntas dalam draft revisi PP PSTE adalah terkait Data Elektronik Strategis wajib disimpan, diproses dan dikelola di wilayah Indonesia. Dalam sarannya, ACCI meminta Data Elektronik Berisiko Tinggi juga wajib berada di wilayah Indonesia, namun dapat mempunyai duplikasi di luar wilayah Indonesia. Hal ini diperlukan untuk menjamin kedaulatan atas data dan juga memudahkan penegakan hukum di Indonesia.
“Usulan kami ini merupakan “kompromi” dari suara data harus di dalam atau boleh di luar negeri,” tukasnya.
Lebih lanjut diingatkannya, industri dan bisnis Cloud Computing di Indonesia juga akan sangat bergantung pada implementasi regulasi perpajakan, walaupun ini di luar dari ruang lingkup draft Rencana Perubahan PP 82/2012. ACCI memberikan saran agar penerapan pajak haruslah adil dan setara baik itu untuk pemain lokal (local provider) dengan OTT asing (global provider).
Sebelumnya, Dirjen Aptika Semmuel A Pangerapan mengaku saat ini draft revisi PP PSTE sudah masuk tahap finalisasi di Sekretariat Negara (Sekneg). "Tinggal tanda tangan Pak Presiden (Joko Widodo)," kata Pria yang akrab disapa Semmy itu kala paparan kinerja 4 tahun Kominfo, kemarin.
Dalam revisi PP PSTE dilakukan pengklasifikasian data sehingga data dapat disimpan sesuai dengan jenis kepentingannya, dan diatur mengenai penyimpanannya.
Revisi PP 82/2012 mengajukan pengaturan lokalisasi data berdasarkan pengklasifikasian data yang dibagi dalam tiga jenis: data elektronik strategis, data elektronik tinggi, dan data elektronik rendah.
Data strategis merupakan data yang apabila terjadi gangguan terhadapnya, maka dapat menimbulkan ancaman bagi pertahanan dan keamanan negara.
Data elektronik tinggi merupakan data yang gangguan terhadapnya menimbulkan dampak negatif terbatas pada pemilik data ataupun sektor tertentu.
Sedangkan data rendah merupakan data yang dapat diberikan kepada publik secara terbuka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pemerintah, komersial, maupun akademis. (Baca: Wacana Revisi PP PSTE)
Dalam menjalankan klasifikasi data ini, diperlukan Instansi Pengatur dan Pengawas Sektor (IPPS) yang akan mengawasi berjalannya mekanisme tersebut. (Baca: Kisruh Data Center)
Terdapat delapan sektor yang mempunyai infrastruktur informasi vital, yakni di antaranya: administrasi pemerintahan, energy dan sumber daya mineral, transportasi, keuangan, kesehatan, TIK, ketahanan pangan, dan pertahanan keamanan. (dn)