JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan advokasi bagi para korban pelanggaran hukum atas beroperasinya perusahaan pinjaman online (pinjol).
Bersama para korban, LBH Jakarta membuka posko pengaduan pinjol pada Minggu lalu (4/11).
Dalam keterangan resmi di situsnya (4/11), LBH Jakarta mengungkapkan sejak bulan Mei yang lalu LBH Jakarta telah menerima pengaduan dari 283 korban pinjol dengan berbagai bentuk pelanggaran hukum.
Juru bicara LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait menjelaskan Perusahaan peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online marak beroperasi di Indonesia sejak 2013.
Awalnya pemerintah menganggap bahwa perusahaan-perusahaan P2P lending/Pinjol ini ilegal karena tidak berizin. Namun seiring waktu pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan kemudian merestui mereka dengan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Kasus pinjol sempat mendapatkan pemberitaan yang cukup meluas pada Juni 2018 karena cara-cara penagihan yang tidak patut namun ternyata permasalahan tidak berhenti sampai di situ.
"Masih ada banyak peminjam yang datang ke LBH Jakarta dari hari ke hari dan mengeluhkan berbagai macam hal," ungkapnya.
Berdasarkan pengaduan tersebut, LBH Jakarta mendapati temuan awal sebagai berikut:
1. Penagihan dengan berbagai cara mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual.
2. Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen/peminjam (ke atasan kerja, mertua, teman SD, dan lain-lain)
3. Bunga pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas
4. Pengambilan data pribadi (kontak, sms, panggilan, kartu memori, dan lain-lain) di telepon seluler (ponsel) konsumen/peminjam
5. Penagihan baik belum waktunya dan tanpa kenal waktu
6. Nomor pengaduan pihak penyelenggara pinjaman online yang tidak selalu tersedia
7. Alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidak jelas
8. Aplikasi pinjaman online yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada konsumen/peminjam selama berhari-hari namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan.
Permasalahan-permasalahan yang merupakan temuan awal tersebut membawa dampak yang tidak ringan.
Akibat penagihan ke nomor telepon yang ada di ponsel, peminjam menjadi di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, diceraikan oleh suami/istri mereka (karena menagih ke mertua), trauma (karena pengancaman, kata-kata kotor, dan pelecehan seksual).
Akibat bunga yang sangat tinggi misalnya, banyak peminjam yang tidak mampu membayar akhirnya frustasi, mereka kemudian berupaya menjual organ tubuh (ginjal) sampai pada upaya bunuh diri. (Baca: Fenomena Rentech)
LBH Jakarta memandang bahwa kewajiban membayar pinjaman adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua konsumen/peminjam, namun persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pelanggaran hukum, bahkan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi Pinjol tentu tidak dapat dibenarkan.
Pos Pengaduan Korban Pinjol akan dibuka pada tanggal 4 November 2018 sampai dengan 25 November 2018.
Pengaduan dapat dilakukan secara online dengan mengisi formulir di situs LBH Jakarta (https://www.bantuanhukum.or.id/web/formulir-pengaduan-pos-korban-pinjaman-online-pinjol/) dengan menyertakan bukti-bukti terkait.
"Pembukaan pos pengaduan dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang permasalahan-permasalahan terkait pinjol. Atas pengaduan yang telah dibuat, para pengadu selanjutnya akan dihubungi oleh LBH Jakarta untuk menentukan langkah selanjutnya atas permasalahan-permasalahan yang ada," pungkasnya.(ak)