JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) angkat suara terkait aksi PT First Media Tbk (KBLV) memasukkan gugatan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Direktur operasi sumber daya qq Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika (SDPPI) di Pengadilan Jakarta pada 2 November 2018.
"Posisi saat ini Kominfo baru terima relaas panggilan dari PTUN Jakarta tanggal 6 November, untuk menghadiri sidang pemeriksaan persiapan tanggal 13 November 2018. Saat ini kami belum dapat salinan Gugatan, sehingga belum mengetahui secara pasti dasar gugatan First Media seperti apa," terang Plt Kepala Biro Humas Ferdinandus Setu, dalam pesan singkat (9/11).
Kominfo mengungkapkan saat ini terdapat tiga pemain Broadband Wireless Access (BWA) yang belum membayar tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi untuk periode 2016-2017. (Baca: Gugatan KBLV)
Ketiga operator BWA itu adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo.
KBLV beroperasi di Sumatera Bagian Utara, Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), dan Banten dengan nilai tunggakan Rp364,84 miliar. PT Internux yang beroperasi di Jabodetabek dan dan Banten memiliki nilai tunggakan Rp343,57 miliar.
KBLV dan Internux memiliki afiliasi melalui PT Mitra Media Mantap yang sahamnya dikuasai KBLV. Keduanya bermain di layanan 4G LTE dengan merek dagang BOLT. (Baca: BWA nunggak frekuensi)
First Media baru menambah kepemilikannya di Internux dari 74,58% menjadi 75,88% pada awal tahun lalu. Sisa saham Internux dipegang oleh Prosper International Limited sebesar 4% dan Asia Pacific Mobile Pte. Ltd sebesar 20%.
Internux sendiri tengah dibelit proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sejak 17 September 2018 lalu. Perkara ini terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.
Internux masuk PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta.
Internux harus menghadapi gugatan PKPU dengan total tagihan Rp 4,69 triliun dari 283 kreditur. Rinciannya, sebesar Rp 226 miliar dari 2 kreditur separatis (berjaminan) dan 281 kreditur konruen (tidak berjaminan) senilai Rp 4,47 triliun.
Per September 2018, Internux memiliki pendapatan Rp 505,76 miliar dengan aset Rp 2,3 triliun, dan kewajiban Rp4,8 triliun.
First Media sendiri hingga kuartal III 2018 mengalami kerugian sebesar Rp2,4 triliun membengkak dibandingkan periode sama tahun lalu Rp845 miliar.
Pendapatan yang diraih First Media hingga kuartal III 2018 hanya Rp695,1 miliar turun dibandingkan periode sama tahun lalu Rp744,1 miliar.
Dalam PKPU Internux, Kominfo berupaya menagih piutangnya senilai Rp 463 miliar. Utang Internux ini berasal dari biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi Radio yang belum dibayarkan sejak 2016 hingga 2018. Internux dapat izin penggunaan frekuensi ini pada 2009.
Sekretaris Perusahaan First Media Shinta M Paruntu dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (5/11), pada 30 Oktober telah dilaksanakan voting atas proposal perdamaian yang disetujui oleh mayoritas kreditur.
Dalam voting ini, semua kreditur menyetujui perdamaian. Sementara masih ada 20% kreditur konruen yang menolak usulan tersebut. Sekitar 61% kreditur merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Internux. Hasil putusan sidang PKPU baru akan ditentukan pada 13 November.
Internux terlilit utang akibat mandeknya bisnis perusahaan selama empat tahun. Pada 2009, perusahaannya mendapat alokasi frekuensi pita lebar (Wireless Broadband), tapi baru bisa beroperasi komersial pada 2013.
Banyak hambatan selama empat tahun tersebut. Dampaknya, Internux tidak mendapatkan pemasukan, tapi harus tetap menanggung biaya operasional perusahaan. Para pemegang saham telah mengeluarkan investasi hingga Rp 8 triliun dan perusahaan pun terpaksa harus berutang pada banyak pihak.
Perusahaan akan fokus pada penambahan pelanggan pascabayar (Bolt Home). Pelanggan prabayar masih tetap bisa dilayani dengan membeli voucher internet dalam jaringan mitra Internux.
Internux juga akan berupaya merelokasi peralatan telekomunikasi ke lokasi menara yang sesuai dengan karakteristik pelanggan Bolt Home. Langkah-langkah ini merupakan upaya perseroan menekan biaya operasional.(dn)