JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan telah mengikuti sidang pertama gugatan yang dilancarkan PT First Media Tbk (KBLV) pada 13 November 2018.
First Media tengah menggugat Kominfo di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan nomor perkara 266/G/2018/PTUN-JKT dimana diwakili Ir Harianda Noerlan. Sidang pemeriksaan persiapan memang dilakukan pada tanggal 13 November 2018.
"Sidang gugatan PTUN PT First Media dengan agenda pemeriksaan persiapan telah digelar Selasa, 13 November 2018 di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta," ungkap Plt Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan (14/11).
Sidang dipimpin oleh hakim ketua Umar Dani, SH., MH, Penggugat diwakili kantor hukum Siregar Setiawan Manalu, Tergugat diwakili oleh Bagian Hukum Direktorat Jenderal SDPPI Kementerian Kominfo RI.
Agenda sidang masih pada pemeriksaan Surat Kuasa dan beberapa perbaikan Gugatan Penggugat.
Majelis hakim memberikan kesempatan untuk memperbaiki gugatan dan harus disampaikan sebelum sidang berikutnya. Sidang lanjutan gugatan akan digelar pada Senin, 19 November 2018.
"Kominfo akan mengikuti setiap tahap gugatan PTUN ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," katanya.
Kominfo tengah berusaha menagih tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi periode 2016-2017 ke negara dari PT First Media dan Internux.
PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux selama ini dikenal sebagai pengusung merek layanan 4G LTE BOLT.
KBLV beroperasi di Sumatera Bagian Utara, Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), dan Banten dengan memiliki nilai tunggakan frekuensi Rp364,84 miliar. PT Internux yang beroperasi di Jabodetabek dan dan Banten memiliki nilai tunggakan Rp343,57 miliar.
First Media baru menambah kepemilikannya di Internux dari 74,58% menjadi 75,88% pada awal tahun lalu. Sisa saham Internux dipegang oleh Prosper International Limited sebesar 4% dan Asia Pacific Mobile Pte. Ltd sebesar 20%. (Baca: Kominfo digugat)
Internux sendiri tengah dibelit proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Internux masuk belenggu PKPU berdasarkan permohonan krediturnya, PT Equasel Selaras dan PT Intiusaha Solusindo. Equasel berupaya menagih utang senilai Rp 3,21 miliar yang berasal dari peralihan utang Internux kepada PT Cursor Media.
Sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta dari peralihan piutang PT Nusapro Telemedia Persada. Kemudian menyusul perusahaan-perusahaan lain, termasuk kepada pemerintah melalui Kominfo.
Total tagihan Rp 4,69 triliun dari 283 kreditur harus dihadapi Internux. Rinciannya, sebesar Rp 226 miliar dari 2 kreditur separatis (berjaminan) dan 281 kreditur konruen (tidak berjaminan) senilai Rp 4,47 triliun.
Hasil putusan sidang PKPU seharusnya ditentukan pada 13 November, namun Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat batal memutuskan putusan gugatan PKPU tersebut karena belum adanya kesepakatan dari PT Internux terkait fee pengurus PKPU.
Jika tidak ada kesepakatan terkait fee tersebut PT Internux berpotensi pailit. Hal ini karena pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian jika pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin. Pengadilan juga wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian jika imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 285 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Pada 30 Oktober, PT Internux dan para kreditur telah melaksanakan voting atas proposal perdamaian. Dalam voting ini, semua kreditur separatis menyetujui perdamaian.
Sementara masih ada 20% kreditur konruen yang menolak usulan tersebut. Sekitar 61% kreditur merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Internux.
Merujuk laporan keuangan KBLV, Internux memiliki utang dari beberapa kreditur. Misalnya, kepada PT CIMB Niaga Tbk (BNGA) senilai Rp 510,75 miliar. First Media telah mengambil alih utang untuk membayarnya senilai Rp 540 miliar yang akan jatuh tempo pada 2023.
Ada juga fasilitas pembayaran jangka panjang dari PT Huawei Tech Investment selama 36 bulan sejak Juli 2015. Internux telah menerbitkan Surat Sanggup Bayar (Promissory Notes) senilai US$ 7.027 dan telah membayar US$ 5.870. Untuk utang yang dilakukan pada 2013, Internux juga menerbitkan Promissory Notes senilai US$ 62 miliar dan telah dilunasi.(id)