JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah baru saja mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke-16 akhir pekan lalu.
Salah satu yang digulirkan dalam PKE ke-16 adalah relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.
Dalam pemberitaan media dinyatakan revisi DNI tahun ini mencakup relaksasi sebanyak 54 bidang usaha dan 138 bidang usaha yang digabung sehingga terdapat sekitar 392 bidang usaha yang mengalami perubahan pada revisi DNI kali ini.
Dalam kelompok 54 bidang usaha yang akan dibuka untuk asing itu, ada sejumlah sektor berkaitan langsung dengan industri Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK).
Diantaranya, Perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, Warung Internet, Jasa sistem komunikasi data, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi layanan content (ringtone, sms premium, dsb), Pusat layanan informasi dan jasa nilai tambah telpon lainnya, Jasa akses internet (Internet Service Provider), Jasa internet telepon untuk keperluan publik, Jasa interkoneksi internet (NAP) dan jasa multimedia lainnya akan terbuka penuh bagi investor asing.
Jika mengacu pada Perpres nomor 44 tahun 2016 pada 12 Mei 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal untuk jaringan tetap telekomunikasi, jaringan bergerak telekomunikasi, jasa telekomunikasi content (ring tone, SMS Premium, dan lainnya), call center dan jasa nilai tambah telekomunikasi, penyedia jasa internet, sistem komunikasi data, ITKP, jasa interkoneksi internet (NAP) hanya dibuka untuk investor asing hingga 67%.
Namun, rencana perubahan ini menjadi simpang-siur setelah tersiar kabar baru 28 bidang usaha yang disetujui perubahan DNI.
Untuk 26 bidang usaha lainnya, masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terutama terkait dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan persyaratan. (Baca: Wacana revisi DNI)
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi melihat jika wacana perubahan DNI bagi sektor TIK direalisasikan yang terjadi adalah full liberalisasi.
"Saya menyatakan menolak kebijakan pemerintah yang tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat. Khususnya di sektor telekomunikasi dan internet. Bahkan dengan asing boleh masuk di eCommerce tanpa pembatasan akan memberikan dampak terhadap Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro kita," tegas Heru dalam pesan singkat (19/11).
Heru tak bisa membayangkan, bisnis seperti Warung internet (Warnet) yang bisa dijalankan UMKM harus diserahkan dan dibuka 100% untuk asing. Begitu juga dengan penyelenggara jasa akses internet (PJI).
"Saya melihat juga ada upaya untuk memprivatisasi BUMN termasuk Telkom yang kini sahamnya masih mayoritas dimiliki Indonesia dan arah untuk melepas saham Indosat yang sekitar 14,9% dimiliki Indonesia, dengan pembukaan investasi asing hingga 100%," analisanya.
Diingatkannya, dari kebijakan yang tidak dipikirkan matang-matang ini, bisa-bisa ujungnya, penguasaha lokal, BUMN, harus terusir dari negara sendiri karena sektor strategis ini dikuasai asing.
"Ingat, di era ekonomi digital ini, infrastruktur dan jasa telekomunikasi/internet adalah pilarnya. Dan pembangunan ekonomi digital seharusnya memberikan kesejahteraan sebesar-besar bagi rakyat Indonesia," pungkasnya.(dn)