JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menolak rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) melalui Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke-16 yang diumumkan pemerintah pada Jumat (16/11) lalu.
Dalam PKE ke-16, pemerintah akan membuka 54 bidang usaha dari DNI. Dari 54 bidang usaha itu, 25 di antaranya terbuka untuk asing 100%. Di sektor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebanyak 8 bidang usaha yang masuk ke dalam 25 bidang usaha yang 100% dibuka untuk asing.
"Mayoritas pelaku usaha di 8 bidang usaha tersebut adalah seluruhnya anggota APJII. Kami memiliki seribu angota dimana sekitar 450 Penyelenggara Jasa Internet (PJI) dan 1.500 Pengguna Nomor PI. Semua itu bisa terdampak jika relaksasi DNI dilakukan bagi 8 sektor yang diwacanakan pemerintah," ungkap Sekjen APJII, Henri Kasyfi Soemartono dalam keterangan, Kamis (22/11).
Diungkapkannya, APJII tidak pernah dilibatkan dalam diskusi apapun terkait relaksasi DNI ini. (Baca: Ramai-ramai kritisi relaksasi DNI)
Menurut APJII, relaksasi ini memiliki beberapa kelemahan dari beberapa sudut pandang setidaknya terkait kedaulatan digital bangsa dan perlindungan bagi pelaku usaha lokal khususnya tingkat kecil dan menengah.
“Memang relaksasi DNI ini akan mengundang investasi luar negeri ke pelaku usaha terkait, namun itu hanya akan memberikan manfaat kepada segelintir pelaku usaha khususnya yang berskala besar. Sedangkan yang lain atau sekitar 400an pelaku usaha lainnya akan tergilas habis, oleh segelintir pelaku usaha tersebut yang semakin mendapatkan empowerment dari investasi asing ini. Sehingga, hal itu jelas memiliki potensi untuk ‘membunuh’ pelaku usaha di sektor ini yang berskala UKM. Apalagi, sebagian besar anggota APJII adalah UKM,” lanjut Henri.
Diingatkannya, saat ini ada ancaman beberapa perusahan asing yang mempunyai konsep "Global ISP" tanpa bekerjasama dengan Internet Service Provider (ISP) lokal.
"Dengan relaksasi DNI ini, konsep Global ISP ini semakin dimudahkan. Dan ini tentu saja tidak baik bagi kelangsungan bisnis mayoritas dr 450 ISP Indonesia. Apakah hal-hal ini telah dipertimbangkan pada saat melakukan kajian relaksasi DNI tersebut?” tanya Henri.
Kedaulatan Digital
Ketua Umum APJII, Jamalul Izza mengatakan jika jasa interkoneksi internet (NAP) diperbolehkan dimiliki 100% oleh asing, maka itu sama saja menyerahkan gerbang-gerbang perbatasan digital Indonesia 100% kepada pihak asing.
"Bayangkan apabila kita menyerahkan gerbang perbatasan konvensional kita untuk dikelola 100% asing, apa jadinya negara kita ini. Kami di industri tidak habis pikir, apakah dalam merumuskan kebijakan-kebijakan ini, para pemangku kebijakan ini benar-benar memahami situasi dan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Baru saja isu draft revisi PP PSTE dimana data Indonesia boleh diletakan di negara asing yang masih ramai diperdebatkan dan belum tuntas, sekarang kebijakan relaksasi DNI yang dimana seluruh industri digital lokal termasuk didalamnya boleh diserahkan 100% ke asing malah diterbitkan. Apakah masa depan digital bangsa kita akan kita serahkan 100% ke Asing?” tanya Jamal.
Belum lagi, isu ancaman keamanan negara dan kedaulatan siber apabila kebijakan tersebut benar- benar diterapkan.
Tidak hanya leluasa memantau segala informasi yang bersifat digital, tetapi juga aset-aset siber yang krusial milik negara seperti infrastruktur jaringan telekomunikasi, transportasi, satelit, dan listrik, semuanya akan diawasi pihak asing.
Sebelumnya, pemerintah berencana akan melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), salah satu poin pembahasan yang akan direvisi adalah pengklasifikasi penempatan data center di Indonesia.
Rencana ini juga ditentang oleh APJII dan organisasi internet lainnya, seperti MASTEL, FTII, IDPRO, ABDI, dan lain sebagainya.
Jamal pun kembali mengungkapkan terkait dengan relaksasi kebijakan ekonomi baru itu. Menurutnya, relaksasi kebijakan itu seakan muncul begitu saja tanpa ada diskusi dengan para pemangku kepentingan. APJII sebagai organisasi internet terbesar di Indonesia, tidak dilibatkan dalam proses rencana pengambilan keputusan ini.
“APJII tidak pernah dilibatkan dalam proses keluarnya relaksasi kebijakan tersebut,” tegas Jamal.
Sebagaimana diketahui, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan paket kebijakan ekonomi XVI tentang dibukanya 54 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI).
Dari 54 bidang usaha itu, 25 di antaranya terbuka untuk asing 100%.
Di sektor Kominfo sebanyak 8 bidang usaha yang masuk ke dalam 25 bidang usaha yang 100% dibuka untuk investor asing, diantaranya:
1. Jasa sistem komunikasi data
2. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap
3. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak
4. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan content
5. Pusat layanan informasi atau call center dan jasa nilai tambah telepon lainnya
6. Jasa akses internet
7. Jasa internet telepon untuk kepentingan publik
8. Jasa interkoneksi internet (NAP) dan jasa multimedia lainnya.(dn)