Animo terhadap IoT makin tinggi, pemerintah harus segera keluarkan regulasi

Founder Indonesia IoT Forum Teguh Prasetya (dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Para pelaku industri untuk internet of things (IoT) tak sabar lagi menunggu keluarnya aturan soal inovasi tersebut agar terbangun ekosistem berusaha yang sehat.

Saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang menyusun rancangan peraturan menteri izin kelas yang menggabungkan beberapa peraturan menteri, keputusan menteri, dan peraturan direktur jenderal berbasis izin kelas seperti SRD, WLAN 2.4GHz, WLAN 5.8GHz, Low Power Device, DSRC, LAA, dan IoT. 

”Regulasi ini nantinya kan membuka kesempatan bagi teknologi jaringan LPWAN lain, selain yang berbasis seluler seperti NB – IoT untuk dapat beroperasi secara legal di Indonesia. Perangkat IoT juga akhirnya memiliki landasan regulasi ketika mengurus sertifikasi perangkat dari ditjen SDPPI atau lebih dikenal dengan sertifikasi Postel,” ujar Founder Indonesia IoT Forum Teguh Prasetya dalam keterangan (30/11).

Menurut Teguh berbagai pilihan dalam pemanfaatan IoT diperlukan karena tidak semua solusi IoT dapat dipaksakan menggunakan satu teknologi. 

Sebagai gambaran, aplikasi jaringan IoT di daerah rural yang hampir tidak ada manusia dengan penggunaan data yang kecil mungkin tidak akan masuk dalam skala investasi layanan jaringan NB – IoT. Sebaliknya, solusi  IoT untuk Smart City yang ada di pusat kota bisa menggunakan layanan NB – IoT yang saat ini sudah tersedia.

Indonesia IoT Forum saat ini sedang melakukan kampanye IoT Goes to Market di lima kota. Sebanyak 4 kota telah disinggahi, yaitu Bandung, Jakarta, Bali, dan Medan. 

“Dari keempat kota tersebut banyak masukan untuk segera go to market dan semua pihak sepakat bahwa harus ada kolaborasi, tidak bisa hanya bergantung pada satu teknologi untuk kebutuhan industri maupun ritel yang unik di Indonesia,” tambah Teguh.

Business Development Polytron Joegianto melihat IoT sebagai connectivity layer pada industri 4.0 menjadi kunci berkembangnya teknologi lain sehingga perlu didorong untuk berkembang.

“Polytron sebagai perusahaan teknologi di Indonesia yang 100% milik lokal tetap membuka diri untuk mempelajari dan melihat teknologi komunikasi perangkat IoT yang cocok dengan kebutuhan,” ujarnya. 

Diungkapkannya, saat ini Polytron sedang menjajaki penggunaan teknologi NB - IoT dengan XL Axiata untuk belajar platform IoT mereka yang dinamai FlexIOT,  hingga tentang penggunaan LoRa untuk area rural yang saat ini aturan mainnya tengah dibuat oleh pemerintah.

Terbitnya aturan untuk komunikasi data perangkat IoT Non 3GPP standard akan memberikan warna baru, khususnya di area yang secara topografi belum terjangkau oleh teknologi komunikasi dari 3GPP standard dapat self sustained dan tetap terkoneksi dengan baik dengan gunakan LoRa, SigFox, RPMA, atau lainnya.

“Sebagai industri yang ada di Indonesia kami harus mendukung dan patuh dengan aturan pemerintah yang sejatinya dibuat untuk kepentingan bersama,” tambahnya.

CEO Dycodex yang juga mewakili komunitas IoT makers Andri Yadi menyatakan harapan besar dan dukungan penuh terhadap pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi IoT, khsususnya terkait LPWA non seluler. 

“Walaupun pada dasarnya IoT makers bersifat agnostik terhadap konektifitas, akan tetapi LPWA bisa menjadi pilihan solusi untuk use case tertentu. Regulasi tersebut akan menjadi acuan sekaligus perlindungan yang kuat bagi makers untuk segera mengkomersialkan pengembangan produk dan solusi ke lapangan,” ujarnya.

Diungkapkannya, selama ini pengembangan di lapangan masih berada dalam ranah trial atau riset dan non komersial, sehingga cakupannya masih terbatas dan pengguna belum merasakan manfaat seutuhnya dari solusi berbasis IoT.

CTO PT SGrid Indonesia Sugeng Imbran mengatakan pihaknya sudah melakukan uji coba dengan industri yang memerlukan layanan IoT, namun untuk komersialiasai masih terganjal belum adanya aturan.

“Kami juga mencoba menggunakan jaringan yang sudah legal saat ini, namun solusi tersebut kurang berjalan efisien sehingga menjadi kurang menarik bagi pengguna. Yang sudah berjalan uji coba dan masuk perhitungannya dengan jaringan yang belum dikeluarkan aturannya saat ini,” ujarnya.

Peneliti dari Universitas Indonesia Gunawan Wibisono menilai permasalahan pilihan teknologi dan sejauh mana dapat menjawab kebutuhan industri, seperti pertanyaan duluan mana ayam dan telur.

“Sekarang jaringan yang ada pun tidak bisa dioptimalkan jika para makers IoT tidak membuat solusi yang menggunakan jaringan tersebut. Sementara semangat IoT dapat membuka peluang tumbuhnya para makers lokal,” ujarnya.

Dikatakannya, para makers lokal ingin juga mengembangkan solusi yang bisa berjalan di berbagai jaringan, baik itu NB – IoT maupun LPWAN, namun ada kendala dari ketersediaan modul di pasar dan harganya yang masih belum kompetitif sehingga saat perangkat tersebut jadi menjadi sulit ditawarkan ke pasar.

“Regulator perlu mewadahi demam IoT ini dengan menyediakan alokasi spektrum yang sesuai dan standar, yang menumbuh kembangkan industri lokal,” pungkasnya.(id)