JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah harus berani memutuskan penggunaan frekuensi 2,3 GHz hanya untuk layanan broadband selular pasca dicabutnya ijin frekuensi milik PT Internux, PT First Media Tbk (KBLV), dan Jasnita Telekomindo. (Baca: Pencabutan ijin frekuensi)
“Sebaiknya frekuensi di 2,3 GHz itu dialokasikan untuk broadband selular, mumpung secara nasional izin pemakaian dari para pemain Broadband Wireless Access (BWA) yang ada akan berakhir pada 2019 ini. Sudah 10 tahun frekuensi dialokasikan tapi tak maksimal. Pemerintah harus berani membuat terrobosan,” saran Sekjen Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB (PIKERTI-ITB) M Ridwan Effendi kepada IndoTelko, kemarin.
Menurutnya, jika dibandingkan penggunaan frekuensi 2,3 GHz antara pemain BWA dan selular, terlihat penetrasi lebih kencang di selular. Belum lagi dari sisi Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi yang diberikan pemain selular ke pemerintah untuk frekuensi 2,3 GHz juga lebih banyak ketimbang pemain BWA.
“Sekarang kalau dilihat pemain BWA yang tersisa hanya Berca dengan HiNet di beberapa provinsi. Kalau pemerintah berani realokasi, itu bisa mendatangkan potensi pendapatan negara jauh lebih besar. Tapi yang paling penting kecepatan penetrasi, seperti tujuan semula pada waktu lelang frekuensi BWA tahun 2009, sekarnag kan capaiannya jauh dari harapan pemerintah,” katanya.
Seperti diketahui, pada 2017 Telkomsel merogoh kocek lumayan dalam demi menebus tambahan 30 MHz frekuensi di 2,3 GHz.
Anak usaha Telkom ini menjadi pemenang lelang frekuensi dengan menawar Rp 1.007.483.000.000. Artinya, agar bisa memanfaatkan tambahan 30 MHz di 2,3 GHz, Telkomsel harus membayar dua kali upfront fee dan BHP frekuensi dari harga Rp 1,007 triliun, totalnya sekitar Rp 3,021 triliun. (Baca: Tender frekuensi 2,3 Ghz)
“Frekuensi 2,3 penting buat kapasitas di pulau Jawa. Di luar Jawa praktis frekuensi rendah yang dicari,” pungkasnya. (Baca: Kinerja operator BWA)
Perlu diketahui, bahwa pita 2,3 GHz hanyalah salah satu media akses yang digunakan oleh penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched dalam menyalurkan layanan kepada pelanggannya. (Baca: Nasib frekuensi 2,3 GHz)
Pada tender lisensi BWA yang digelar 2009, Kominfo membagi wilayah Indonesia menjadi 15 zona. Masing-masing zona ada dua operator yang memegang lisensi BWA. Masing-masing operator mendapat jatah spektrum selebar 15 MHz. Total spektrum yang diberikan kepada seluruh operator BWA hanya 30 MHz.(dn)