JAKARTA (IndoTelko) - Situs KawalPemilu.org yang lumayan terkenal pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 kembali akan aktif menjaga suara masyarakat dalam Pemilu 2019.
Melalui akun Twitter @KawalPemilu2019 pada 6 Maret dinyatakan platform ini siap mengawal perhitungan suara selama Pemilu 2019. "Yes.. we're coming back for our beloved Indonesia! #AyoCoblos #AyoPantau #HitungFotoUpload #JagaSuara #KawalPemilu2019 #Election2019," cuitnya.
Masih mengutip cuitan dari akun @KawalPemilu2019 dinyatakan memilih pilihan politik yang sesuai dengan hati nurani masing-masing. "Namun ketika kami bekerja sukarela untuk @KawalPemilu2019 kami HANYA berfokus pada DATA. Tidak ada politik," katanya.
"Jadi kalo ada yang masih bertanya apakah @KawalPemilu2019 netral? Tentu saja. Sejak dulu kami terbuka tentang cara kerja kami, cara berpartisipasi publik, semua bisa ikut, semua bisa lihat. Anda pendukung 01 atau 02, semua kami undang untuk terlibat, yuk kita berpihak pada DATA," tambahnya.
Akun ini juga menyebutkan beberapa nama yang menjadi tim intinya di di Jakarta seperti Wibisono Sastrodiwiryo dan Harry Sufehmi (dulunya mereka tim IT KPU tahun 2014). Ada beberapa nama lain di Tim Development QA Analytics: Irvan Putra, Khairul Anshar, Fauzan Emmerling
Selain itu ada nama Felix Halim, di Amerika. Lalu ada Andrian Kurniady di Singapura, Ilham Kurnia di Jerman, Fajran Rusadi di Belanda.
Tak ketinggalan sepertinya nama Ainun Najib juga disinggung dalam mention @KawalPemilu2019.
Bahkan Ainun melalui akun Twitternya meminta bantuan dari anak Gus Dur, Alissa Wahid dalam menjaring relawan.
"Rekrut relawan kakak @AlissaWahid ! Karena musti menjangkau 800 ribu TPS di seluruh penjuru Indonesia, relawan untuk upload foto hasil TPS. Nanti kita hubungi detail teknisnya ya insya Allah, sistem masih under development," cuitnya.
Ainun juga menjelaskan KawalPemilu2019 akan berbeda, karena alih-alih menunggu Scan C1 resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), platform ini juga mengajak relawan dan publik untuk mengambil foto di TPS dan upload ke http://kawalpemilu.org.
Pada Pemilu 2014, Ainun tergabung dalam Tim Independen Kampanye PUTIH Jokowi-JK.
Ketika Pemilu 2014, data yang disajikan platform KawalPemilu menjadi salah satu rujukan yang dipercaya karena tim Kawalpemilu.org menggunakan alat scanner dalam bentuk program (software) yang ditaruh tepat di lembar scan KPU. Dengan cara ini, tiap KPU memperbarui data, tabulasi hasil rekapitulasi milik Kawalpemilu.org juga ikut diperbarui. Program yang digunakan hanya men-scan bagian tertentu, seperti angka.
Kala itu, laman http://kawalpemilu.org membuat tabulasi hasil rekapitulasi C1 dari situs www.kpu.go.id. Data tersebut diunggah dan diperbarui setiap sekitar sepuluh menit. Situs yang menampilkan data real count ini bukan resmi dari KPU.
Netralitas
Ketua Dewan Pembina Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Mochamad James Falahuddin mengingatkan platform rekapitulasi suara ala Kawal Pemilu harus memiliki posisi yang jelas secara politik.
"Kita harus belajar dari 2014, tak ada itu "Netral" dalam politik. Netral itu hanya ada di perseneling mobil. Pasca Pemilu 2014 kan semua "berwarna", jadi harus jelas dulu posisinya, jangan menjual teknologi untuk membungkus "Kenetralan". Teknologi memang netral, tetapi operatornya kan tak jaminan," sindirnya.
Menurutnya, partisipasi mengawal rekapitulasi suara dalam Pemilu oleh masyarakat adalah hal yang bagus untuk demokrasi. "Tetapi ada baiknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) atur soal ini. Bisa bahaya buat demokrasi nanti. Lembaga survei saja diatur kan," jelasnya.
Masih menurut James, jika merujuk ke cara kerja dari KawalPemilu pada 2014, dengan membuat aplikasi yang "membaca" dokumen dari dari situs KPU, dan sepertinya KPU menyediakan Application Programming Interface (API) untuk terhubung. Selanjutnya dari dokumen pdf C1 itu, dilakukan penjumlahan secara agregat ke atas, sebagai "pembanding" perhitungan manual, kegiatan itu sudah mirip dengan lembaga survei yang akan melakukan quick count.
"Bedanya lembaga survei kan terdaftar. Nah, kalau pola ini dilanjutkan, pertanyaannya, KPU harus buka API itu ke semua platform yang mirip KawalPemilu ini. Soalnya dari sisi hasil, pola rekapitulasi ala KawalPemilu itu pasti lebih cepat mengeluarkan hasil. Khawatirnya dijadikan "standar kebenaran", padahal perhitungan manual KPU masih jalan. Masalahnya ini bukan lembaga survei yang terverifikasi," pungkasnya.(dn)