JAKARTA (IndoTelko) - Isu menguasai kembali saham PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo oleh pemerintah kembali menghangat seiring kian panasnya persaingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Ide membeli kembali (buyback) Indosat awalnya dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala Debat Capres pada Minggu, 22 Juni 2014 yang mengatakan suatu saat akan membeli saham Indosat namun dalam harga yang wajar. (baca: Janji Jokowi).
“Ke depan kita buyback lagi (Indosat), sehingga menjadi milik kita lagi.Maka itu, ekonomi kita harus tumbuh 7%," katanya saat menjawab pertanyaan dari kandidat Presiden lainnya, Prabowo Subianto, di Jakarta, Minggu (22/6/14) dalam acara debat Capres yang disiarkan sejumlah televisi nasional itu. (Baca: Buyback Indosat)
Berjalan 4,5 tahun pemerintahannya, sinyal buyback tak kunjung datang. Kali ini Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Uno yang melempar janji akan merealisasikan janji Jokowi jika dirinya bersama Calon Presiden Prabowo Subianto pada 17 April 2019.
"Sudah ada pengusaha dengan modal besar siap membantu membiayai aksi (buyback) itu," kata Sandi pekan lalu.
Sandi menjamin, jika buyback Indosat dilakukan tak akan menjadi beban bagi keuangan negara nantinya. "Kita tak lihat untung-ruginya tapi ini (buyback) untuk kedaulatan data. Kita ingin nanti Big Data ditopang oleh perusahaan milik negara," katanya.
Sejak wacana dari Sandi ini bergulir, pasar saham tak begitu bergairah. Jika melihat data RTI Business, pada Kamis (21/3) harga saham dengan kode ISAT diperdagangkan di Rp2.880, setelah itu pada Jumat (22/3) malah turun menjadi Rp 2.810. Di perdagangan Senin (25/3) tren penurunan masih terjadi di sesi I perdagangan yakni Rp2.720 per lembar.
Demi Sejarah
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai menguasai kembali Indosat hal yang layak dilakukan pemerintah demi sejarah mengembalikannya ke pangkuan ibu pertiwi.
"Selama namanya masih Indosat itu ada darah Indonesia mengalir dan dikuasai asing. Sejak dikuasai Ooredoo kinerja Indosat tak bagus malah cenderung naik turun. Melihat Indosat jangan hanya selulernya, mereka ada Arthajasa dan Lintasarta yang memang strategis di era Big Data. Belum lagi masih menguasai satu slot orbit," ulasnya.
Menurut Heru, tak ada salahnya pemerintah memiliki beberapa perusahaan telekomunikasi seperti TelkomGroup. "Bukannya itu ada BUMN kesehatan, karya dan lainnya. Kenapa telekomunkasi yang strategis malah dibatasi? Indosat sebenarnya kan masih berpotensi maju, ini tergantung siapa yang kelola. Sekarang kan terlalu fokus di bisnis seluler jadi dikebiri kemampuannya," katanya.
Asal tahu saja, Indosat Ooredoo mencatat kinerja keuangan yang jelek sepanjang 2018. Indosat sepanjang 2018 mencatat kerugian sebesar Rp2,4 triliun berbanding terbalik dengan periode 2017 yang memiliki keuntungan Rp1,13 triliun.
Melorotnya bottom line emiten dengan kode saham ISAT ini tak bisa dilepaskan dari raihan pendapatan yang hanya sebesar Rp23,13 triliun sepanjang 2018 alias anjlok 22,67% dibandingkan dengan periode 2017 sebesar Rp29,92 triliun.
Indosat di tangan Ooredoo (dahulunya Qatar Telecom) memang banyak fokus ke bisnis seluler. (Baca: Kinerja Indosat)
Pada tahun 2002, pemerintah Indonesia menjual 41,94% saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) dengan harga US$ 627 juta. Setelah itu STT melepas kepemilikannya ke ke Qatar Telecom (sekarang Ooredoo).
Nilai transaksi antara STT dan Qatar Telecom di 2008 dimana 40,81% saham Indosat dikempit dengan membayar tunai US$ 1,8 miliar. Kemudian pada tahun 2009, membeli 24,19% saham dari masyarakat (tender offer) sehingga total kepemilikan menjadi 65%. (dn)