JAKARTA (IndoTelko) - Aplikasi "Ayo Jaga TPS" menepis isu yang beredar di media sosial (Medsos) terkait adanya "Data Harvesting" yang dilakukannya terhadap para relawan yang mendaftar di platform tersebut.
"Saya pastikan isu "Data Harvesting" yang dihembuskan di medsos itu sampah. Harusnya yang menghembuskan itu menjaga suasana minggu tenang ini dengan damai, bukan bikin isu yang tak jelas tanpa konfirmasi langsung kepada kami," sesal Co-Founder AyoJagaTPS.com Mochammad James Falahuddin dalam keterangan (16/4).
Ayo Jaga TPS adalah aplikasi yang tersedia di play store dimana ingin mengajak partisipasi masyarakat dalam mengawal suara di pemilihan umum (Pemilu).
Aplikasi ini baru diluncurkan pada awal April lalu, namun sempat masuk top trending di play store pada (15/4). (Baca: Ayo Jaga TPS)
Hingga posisi Senin (15/4) malam, ada 213 ribu para "Penjaga TPS" yang sudah melakukan instalasi aplikasi Ayo Jaga TPS dari Google Playstore dari seluruh provinsi di Indonesia.
"Animo masyarakat untuk menjadi relawan tinggi. Kita mau berpartisipasi dalam demokrasi. Ini kan era Pemilu 4.0, kenapa cara-cara pembusukan masih seperti orde baru dengan menyebar fitnah di medsos," sesal James.
Asal tahu saja, sejak Senin (15/4), banyak netizen menerima informasi untuk berhati-hati dengan aplikasi Ayo Jaga TPS karena dianggap melakukan harvesting data atas nama ingin mengawal suara pemilu.
Terkait isu ini James mengakui dalam proses pendaftaran relawan diminta memasukkan No Handphone, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan upload foto E-KTP.
Tujuannya adalah untuk memastikan integritas data. Agar hasil rekapitulasi dari AYO JAGA TPS berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. "Kami harus memastikan bahwa data hasil rekapitulasi dan foto C1 Plano diupload oleh mereka yang benar-benar terdaftar di TPS tersebut. Kami tidak menggunakan identitas di sosial media sebagai dasar identifikasi, karena keasliannya tidak bisa dipertanggungjawabkan," tukasnya.
Menurutnya, satu-satunya cara memastikan bahwa yang upload data adalah WNI yang terdaftar di TPS tertentu adalah dengan menggunakan NIK dilengkapi dengan upload foto E-KTP untuk memastikan NIK yang diinput benar dan bukan milik orang lain. Dengan berdasar NIK ini, pendaftar juga akan langsung dialokasikan ke TPS tempat dia terdaftar.
Sehingga seorang "Penjaga TPS" hanya bisa menjaga TPS tempat dia terdaftar, tidak bisa memilih menjaga TPS lain.
Untuk menambah penjagaan terhadap sumber data, aplikasi ini juga mensyaratkan input no seluler, dimana ini dibutuhkan jika nanti harus melakukan verifikasi kepada "Penjaga TPS" terkait data yang dia update.
"Saat ini kami juga mulai melakukan random sampling via telpon untuk memastikan keaslian pendaftaran. Mereka yang gagal dalam random sampling ini akan kami remove dari sistem. Dengan mekanisme beberapa lapis tersebut, kami harapkan kualitas data yang masuk cukup tinggi sehingga hasil rekapitulasi kami nantinya juga bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
James mengingatkan, Pemilu bukan hanya milik parpol, politisi, penyelenggara atau pasangan calon. Pemilu adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Karena baik atau buruk hasil dari pemilu akan dinikmati atau diderita oleh rakyat Indonesia.
"Untuk itu partisipasi aktif warga dengan tidak hanya datang untuk memberikan suara, tapi juga hadir dan memberikan semangat dan dukungan kepada petugas KPPS saat perhitungan suara, yang pasti akan memakan waktu lama. Aplikasi ini kontribusi kecil dari kami untuk menjadi platform yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat untuk membantu mewujudkan pemilu yang tertib, bermartabat, akuntabel, dan bebas dari kecurangan," tegasnya.(dn)