JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah sejak 22 Mei 2019 telah melakukan pembatasan sementara dan bertahap sebagian akses platform media sosial (medsos) dan pesan instan. Hal itu ditujukan untuk membatasi penyebaran atau viralnya informasi hoaks yang berkaitan dengan Aksi Unjuk Rasa Damai berkaitan dengan pengumuman hasil Pemilihan Umum Serentak 2019.
"Pembatasan itu dilakukan terhadap fitur-fitur platform media sosial dan messaging system. Tidak semua dibatasi dan bersifat sementara dan bertahap," ungkap Menkominfo Rudiantara, kemarin.
Konsekuensi pembatasan itu, akan terjadi pelambatan akses, terutama untuk unggah dan unduh konten gambar dan video. Fitur yang dibatasi dan sementara tidak diaktifkan adalah fitur di media sosial facebook, instagram, dan twitter untuk gambar, foto dan video.
Rudiantara menjelaskan pihaknya tidak bisa melakukan take down satu per satu akun. "Karena pengguna ponsel kita 200 juta lebih. Dan hampir semua menggunakan WhatsApp. Jika ada yang masih belum dibatasi, itu masih proses di operator telekomunikasi, kita koordinasinya juga baru saja," jelas Rudiantara.
Facebook mengatakan dalam pembatasan akses tersebut, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pemerintah. Konsekuensi pembatasan itu adalah pelambatan akses untuk unggah dan unduh konten gambar dan video.
Regulasi yang menjadi payung hukum untuk aksi ini adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 21 UU Telekomunikasi No 34 Tahun 1999 yang berbunyi Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.
Teknologi
Ketua Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menyatakan secara teknologi pembatasan yang dilakukan pemerintah bisa dilakukan. (Baca: Pembatasan akses Medsos)
"Saya menduga pemerintah meminta Penyedia Jasa Internet (PJI/Operator) melakukan Bandwidth Throttling. Soalnya Menkominfo sendiri menyatakan tak bisa take down konten satu-satu, kalau ini pasti via MesinAis terus minta PJI lakukan penapisan. Kalau Bandwidth Throttling ini gak terlalu smart di sisi penapisan karena sama saja Anda tutup kerannya, dampaknya yang kena semua pengguna internet," ungkapnya.
Bandwidth throttling adalah proses melambatkan kecepatan/bandwidth internet dengan sengaja. Bandwidth throttling dapat terjadi saat transfer data antar perangkat maupun antara perangkat dengan website di internet yang sedang dibuka.
Pilihan melakukan bandwidth throttling oleh operator biasanya saat lalu-lintas data sedang sangat padat, mengurangi jumlah data yang harus diproses dari tiap sumber dalam satu waktu, sehingga kemacetan lalu-lintas data dapat berkurang dan lalu-lintas data tetap lancar.
Operator juga kadang-kadang melakukan bandwidth throttling hanya terhadap lalu-lintas data ke atau dari sumber tertentu. Contohnya yang terjadi sejak (22/5) dimana akses ke keluarga besar Facebook dibatasi.
Biasanya pengguna akan "mengakali" bandwidth throttling dengan memasang Virtual Private Network (VPN) untuk mem-bypass pembatasan ini. VPN mampu menyembunyikan trafik yang sedang mengalir di sambungan internet.
"Tetapi memasang VPN ini ada resiko bagi pengguna seperti rawan pencurian data, disusupi malware, terkena profiling, hingga baterai ponsel lebih boros. Paling rugi pemerintah, orang yang tak tahu VPN jadi tahu, terus mengakses semua url yang ada di database Trust positif. Ini kan secara tidak langsung pemerintah sama saja membiarkan warga negaranya makin terpapar oleh hal yang merugikan di internet," jelasnya.
Tesar pun menduga pengguna internet tak akan tinggal diam dengan ada pembatasan akses ke Medsos. "Resiko paling berat bagi operator adalah seberapa kuat nanti menahan flooding. Anda bayangkan, orang akan tetap berusaha kirim video dan gambar, kalau semua barengan sudah seperti serangan denial-of-service (Ddos) ujungnya jaringan tumbang," katanya.
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengingatkan, bandwidth throttling jika menurunkan kualitas layanan bertentangan dengan regulasi kualitas layanan yang ditandatangani sendiri oleh Menkominfo.
"Pelanggan bisa komplain karena kualitas layanannya menurun. Konsep pembatasan sekarang ini sapu jagad, sudah bertolak belakang dengan penapisan ala negara demokrasi. Ingat, waktu pelanggan beli kuota data dari operator itu ada jaminan layanan yang akan diterimanya," pungkasnya.(dn)