JAKARTA (IndoTelko) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengklaim kebijakan pembatasan akses Media Sosial (Medsos) yang dilakukan pemerintah pada tanggal 22 Mei 2019 mendapatkan penghargaan global.
"Penghargaan pada bulan Juli lalu. Indonesia dianggap telah menyeimbangkan prinsip kebebasan berekspresi dan keamanan nasional yang berbeda seperti negara lain dengan penerapannya secara binary," ungkap Rudiantara seperti dikutip dari laman Kominfo (19/8).
Diungkapkannya, penghargaan itu, disampaikan dalam event Media Freedom yang berlangsung di London bulan Juli lalu. "Makanya kami diundang ke London itu ada event bulan Juli untuk menyampaikan apa yang terjadi di Indonesia dan caranya negara Indonesia melakukan pembatasan itu suatu cara baru dibanding cara lama yaitu binary, yaitu menyeimbangkan kedua hal tersebut,” jelas Rudiantara. (Baca: Pembatasan)
Dinyatakannya kebebasan berekspresi memang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Namun kebebasan berekspresi tetap perlu didasari tanggung jawab masing-masing individu tersebut. Menurutnya tingkat literasi negara Indonesia yang masih perlu ditingkatkan. Hal itu, menjadi kunci kebijakan atas pembatasan akses internet. (Baca: Pembatasan akses)
“Seperti yang saya bilang di negara Scandanavia itu, pasti ada provokasi tapi karena orang punya daya tahan pasti gak kemakan. Nah ini kalau misalnya level literasi kita sudah tinggi saya pastikan tidak akan terjadi lagi hal seperti itu,” tuturnya.
Dicontohkannya, negara Scandanavia menjadi contoh bagus yang perlu diterapkan di Indonesia. Sejak sekolah dasar, warga Scandanavia sudah diajari literasi dan bagaimana meningkatkan resiliensi terhadap informasi secara umum.
“Jadi mau informasi apa, kalo udah ada resiliensi pasti main delete aja. Ya kan kita engga, dikit-dikit baperan dikirim video dikit aja langsung meledak, ada gambar dikit aja langsung meledak gitu,” tandas Rudiantara.
Sebelumnya, pemerintah pada tanggal 22 Mei 2019, sekitar pukul 13.00, melakukan pembatasan akses terhadap situs-situs media sosial seperti Facebook, Instagram (IG), dan Twitter, serta aplikasi perpesanan WhatsApp (WA).
Pembatasan akses dilakukan terhadap unduh atau unggah foto dan video, sementara akses terhadap teks masih dibuka. Tujuannya agar penyebaran berita hoaks tidak masif, setelah terjadi demo yang berakhir rusuh pada tanggal 21 Mei 2019.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan kerugian selama tiga hari pembatasan akses ke Medos sekitar Rp 681 miliar.
Banyak kalangan mengecam dari sisi hukum aksi yang dilakukan pemerintah berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena hak untuk berkomunikasi tidak bisa diabaikan.
Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB menyatakan internet adalah sumber potensial untuk pencerahan yang pernah ada. Semestinya pemerintah memikirkan internet sebagai infrastruktur dasar.(dn)