JAKARTA (IndoTelko) - Usia Kabinet Kerja I tinggal hitungan hari, tetapi tak menyurutkan tekad tiga menteri untuk mengeluarkan aturan untuk menghambat peredaran telepon seluler (ponsel) ilegal di Indonesia.
Tiga menteri yang masih berkerja di penghujung usia jabatannya itu adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menkominfo Rudiantara.
Airlangga mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Tentang Sistem Basis Data Bidang Perangkat Telekomunikasi Bergerak.
Enggar mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Repubik Indonesia Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan Dan Jaminan Layanan Purnajual Bagi Produk Elektronika dan Telematika.
Sementara Rudiantara mengeluarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Pengendalian alat dan atau perangkat telekomunikasi yang tersambung kedalam jaringan bergerak seluler melalui identifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI).
Kombinasi pelaksanaan dari tiga aturan ini diyakini bisa menghambat laju peredaran ponsel ilegal di Indonesia yang memunculkan potensi kerugian negara sekitar Rp 2,8 trilun per tahun dari sektor pajak.
"Kita tertunda pendapatan dari pajak sekitar Rp 2 triliun setahun. Kalau kita tunda pengesahan sehari, ada potensi kerugian senilai Rp 55 miliar," kata Rudiantara usai penandatanganan Jumat (18/10).
Rudiantara menjelaskan dibutuhkan waktu sekitar enam bulan "untuk integrasi semua sistem di lokal dan internasional.
Enggar menambahkan salah satu tujuan dari pengesahan peraturan ini adalah untuk melindungi pelanggan. "Saat izin untuk melakukan impor, peraturan ini otomatis akan melekat," katanya.
Airlangga menegaskan secara sistem peraturan ini sudah sangat siap untuk dijalankan.
"SK bersama ini sudah dibahas lama sekali dan hari ini kita luncurkan karena secara sistem sudah sangat siap. Sistem akan mengecek data, dan data ini rumahnya ada di Kemenperin, tapi regulatory ada di Kemendag dan Kemkominfo. Tujuannya untuk memerangi black market. 1,4 miliar data IMEI dan akan dikolaborasikan dengan data GSMA jadi sebenarnya data individu itu aman, baik itu beli di dalam atau luar negeri," ujarnya.
Airlangga optimistis dalam tempo enam bulan setelah sistem ini berjalan akan meniadakan ponsel ilegal.
Selama 6 bulan, pihaknya terus melakukan koordinasi terkait data IMEI yang beredar di Indonesia. Nantinya, data tersebut akan masuk kedalam Sistem Basis Data IMEI Nasional (SIBINA) dengan kategori White List, Exception List, Notification List dan Black List.
"Sebenarnya tidak ada perlindungan khusus di industri dalam negeri, melainkan persaingan tidak sehat. Di mana yang resmi itu bayar PPN dan yangg black market tidak (bayar PPN). Dinilai dari economic value, Rp2 triliun itu Rp20 triliun, jadi multiplier effect-nya besar sekali. Sekali lagi, sistem ini tidak akan mengganggu baik individual user maupun pedagang. Kita harapkan semua yang berdagang itu legal," tutur Airlangga menegaskan.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto mengatakan, persiapan implementasi itu dimulai dari sosialisasi hingga pemutakhiran data ponsel pelanggan.
“Untuk pemutakhiran data, kita sedang melakukan perundingan dengan Global System for Mobile Association (GSMA), itu ada kesepakatan yang akan kita bangun untuk transfering dan uploading data,” katanya.
Proses tersebut, perlu dilakukan dengan hati-hati dan cermat sehingga tidak mencederai kepentingan Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan konsolidasi lintas kementerian untuk memperoleh kesepakatan yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan.
“Karena kalau membuat agreement, kalau pemerintah kan dalam hal ini saya, harus dapat full power-lah ya dan harus dapat persetujuan dari Kementerian Luar Negeri, di samping kita melakukan assement di biro hukum dan sebagainya. Jangan sampai pas kita buat agreement masih ada kekurangannya,” kata Harjanto.
Menurut dia, Kemenperin telah mempersiapkan sistem yang akan digunakan untuk mengimplementasikan aturan tersebut, termasuk aturan hukum yang dibutuhkan. Hanya saja, dua sumber data, yakni dari GSMA dan operator seluler masih belum diselesaikan.
“Nah, sekarang yang GSMA sedang dalam proses perundingan dan operator seluler tentunya kita tunggu dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk bisa memerintahkan operator seluler untuk upload datanya ke kita,” ujar Harjanto.
Pada praktiknya, mekanisme pemblokiran antara lain didasarkan pada Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (SIBINA). Sistem ini merekam data ponsel, data IMEI yang masuk melalui TPP atau Tanda Pendaftaran Produk, baik itu IMEI ponsel, computer, tablet maupun perangkat handheld. Dengan demikian, sistem ini tidak bisa merekam data individu si pemilik perangkat.
Selain SIBINA, ada pula alat bernama Equipment Identity Register (EIR), yang merupakan mesin pendeteksi IMEI untuk memblokir ilegal. Rencananya, investasi untuk mengembangkan mesin EIR akan dibebankan kepada operator seluler, tetapi beberapa waktu lalu Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), merasa keberatan jika investasi sepenuhnya dibebankan kepada mereka karena dianggap mahal.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menjamin keamanan sistem yang dipakai dalam registrasi IMEI karena sistem ini dilengkapi dengan enkripsi dan mekanisme akses yang jelas.
Alasan pertama, dalam konteks transfer data IMEI dari operator ke SIBINA, data yang dikirim dilindungi dengan enkripsi. Kedua, Kemenperin mengantongi sertifikat ISO27000 mengenai keamanan data. Ketiga, siapa pun petugas yang mengakses SIBINA, bakal terekam.
Dalam catatan Kemenperin, industri handphone, komputer dan tablet (H/K/T) merupakan salah satu sektor strategis yang dalam perkembangannya menunjukkan tren yang meningkat dan berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
Data pada tahun 2018 menunjukkan, industri H/K/T dalam negeri mampu memproduksi sekitar 74,7 juta unit, meningkat 23% dari tahun 2017 yang memproduksi sekitar 60,5 juta unit.
Sementara itu, dari sisi neraca perdagangan pun, produk H/K/T menunjukkan tren yang positif, dimana pada periode Januari-Agustus 2019 mencatat nilai ekspor sebesar US$333,8 juta, lebih tinggi daripada impor pada periode yang sama senilai US$145,4 juta.(id)