JAKARTA (IndoTelko) - Aksi tiga menteri Kabinet Kerja I yang menandatangani tiga Peraturan Menteri untuk menghambat peredaran telepon seluler (ponsel) ilegal di Indonesia dianggap blunder dan layak dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Regulasi yang ditandatangi bersama oleh tiga menteri, yakni Peraturan Menteri Perindustrian tentang Sistem Basis Data Identitas Perangkat Telekomunikasi Bergerak, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI), serta Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perubahan Permendag Nomor 38 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.
Tiga menteri yang menandatangani adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menkominfo Rudiantara.
"Ibarat permainan bola, ini sudah injury time, terus ada yang ngasih tendangan penalti tanpa terjadi pelanggaran berat. Ini sama saja tiga menteri itu pesta, menteri selanjutnya yang harus membersihkan piring kotor usai pesta. Sebaiknya aturan tiga menteri itu dibatalkan oleh Pak Jokowi," pinta Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, kemarin.
Menurutnya, tiga menteri itu tak menjalankan permintaan dari Jokowi untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis di penghujung masa jabatan. "Soal membatasi ponsel ilegal itu saya sepakat hal strategis. Rancangan aturan itu kan masih prematur, kenapa harus dipaksakan ditandatangani beberapa hari jelang purna tugas menteri? Beberapa item belum solved seperti isu keamanan data, investasi Equipment Identity Register (EIR), dan lainnya. Kenapa buru-buru ditandatangani, kalau ujungnya kontroversi," sesalnya.
Sebelumnya, Menperin Airlangga Hartarto mengatakan melalui implementasi peraturan tersebut, industri elektronika khususnya produsen ponsel, komputer, dan tablet dapat terus tumbuh di dalam negeri, serta memacu produksi nasional sehingga bisa mengurangi produk impor. “Indonesia mempunyai pasar yang sangat besar, dengan 60 juta ponsel per tahun,” ujarnya.
Airlangga pun mengungkapkan, dengan adanya kesepakatan aturan tiga kementerian ini, ada beberapa investor yang berminat masuk ke Indonesia. “Sebab, penerbitan kebijakan tentang IMEI ini, membuat industri mereka akan terpoteksi dari barang black market. Pelanggan juga akan terjamin,” imbuhnya.
Dalam aturan itu, pemerintah masih memberikan kelonggaran untuk pemilik ponsel gelap agar mendaftarkan IMEI ponsel mereka.
Pemerintah sendiri akan menyiapkan layanan call center untuk memandu pemilik ponsel yang IMEI-nya tidak terdaftar di Kemenperin, serta data center untuk menyimpan data IMEI ponsel yang sudah terdaftar. Saat ini ada lebih 1,4 miliar data IMEI masuk ke data center milik Kemenperin.
Urgensi dari pemberlakuan regulasi ini juga karena saat ini perkiraan jumlah ponsel ilegal yang beredar di dalam negeri sejumlah 9-10 juta unit per tahun. Bagi industri, dikhawatirkan akan berdampak hilangnya lapangan pekerjaan serta terjadi depresiasi pabrik dan komponen lokal bernilai 10% dari biaya langsung produksi atau setara Rp2,25 triliun. Sedangkan potensi kerugian penerimaan negara dari pajak sebesar Rp2,81 triliun per tahun.(id)