SINGAPURA (IndoTelko) - Singapura menjadi penguasa pendanaan global bagi kalangan perusahaan teknologi finansial (Fintech) di ASEAN.
Pemain Fintech asal Singapura meraih lebih dari setengah (51%) pendanaan untuk ASEAN. Hal itu tertuang dalam laporan bertajuk FinTech in ASEAN: From Start-up to Scale-up. Diterbitkan United Overseas Bank (UOB), PwC dan Singapore FinTech Association (SFA), laporan ini juga menilai posisi Singapura sebagai lokasi pilihan bagi kalangan perusahaan fintech, sebab 45% dari jumlah perusahaan fintech di ASEAN berada di Singapura.
Sebagai bukti dari upaya Singapura untuk menggerakkan inovasi fintech di segala bidang, pendanaan yang diraih kalangan perusahaan TekFin di Singapura tersebar secara merata.
Namun, sektor teknologi asuransi, pembayaran, dan pinjaman personal paling banyak memperoleh pendanaan.
Menurut laporan ini, keberagaman pendanaan juga menunjukkan kiprah sektor fintech yang kian mapan di Singapura, ketimbang negara-negara lain di ASEAN. Fintech masih tergolong sektor baru di beberapa negara lain di ASEAN, dan sebagian besar pemainnya masih berfokus pada solusi pembayaran.
"Singapura memiliki iklim regulasi dan bisnis yang kondusif, serta menarik minat investor. Kemapanan sektor TekFin di Singapura juga terus menjadikan negara ini sebagai lokasi menarik bagi kalangan perusahaan yang ingin memanfaatkan peluang pertumbuhan ASEAN. Dengan demikian, semakin banyak perusahaan di Singapura yang meraih pendanaan tahap awal hingga akhir," kata Head, Group Channels and Digitalisation, UOB Janet Young dalam keterangan belum lama ini.
Ditambahkannya, para pemain fintech menemui tantangan ketika memperluas bisnisnya di ASEAN, mengingat kawasan ini termasuk salah satu wilayah yang paling majemuk di dunia. Untuk itu, pemain fintech perlu menemukan mitra yang tepat serta mampu melengkapi pengalaman, wawasan, dan koneksi mereka dalam menjelajahi beragam kerangka regulasi dan lanskap operasional di ASEAN.
Banyak perusahaan menjadi pelanggan sasaran yang utama bagi kalangan perusahaan fintech (79%). Di antaranya, lembaga keuangan mengambil porsi setengah (50%) dari segmen sasaran tersebut, diikuti perusahaan (17%), serta UKM (12%). Sisanya (21%) terdiri atas kalangan konsumen dan usaha rintisan.
Sebagian besar lembaga keuangan dan perusahaan membutuhkan persetujuan dari pemangku kepentingan di berbagai jenjang. Itu sebabnya, perusahaan fintech harus siap menghadapi lead time yang lebih lama sebelum menjalin kesepakatan bisnis dan merekrut klien. Perusahaan fintech yang menawarkan solusi business-to-business harus memiliki pendanaan yang lebih besar demi memenuhi beban operasionalnya.
Laporan ini juga menilai, perusahaan fintech di ASEAN pada umumnya optimis tentang kebutuhan pendanaan saat ini dan ke depan. Hampir setengah dari responden meyakini kemampuannya untuk menggalang US$ 10 juta dari babak pendanaan berikutnya.
"Keyakinan ini tidak mengagetkan, sebab ASEAN cukup berprospek dan kalangan industri bebas memperoleh izin perbankan digital. Tingginya jangkauan perangkat seluler serta sejumlah fitur dari teknologi inovatif baru, telah membantu pemain TekFin sebagai penggerak utama dalam industri jasa keuangan di ASEAN. Mereka menyajikan pengalaman yang lebih mudah, cepat, dan nyaman. Meski demikian, persaingan di sektor TekFin berjalan sengit, sehingga perusahaan TekFin sebaiknya berfokus dan memiliki proposisi nilai bisnis yang jelas. Peningkatan skala usaha harus berjalan dengan laju dan alasan yang tepat," kata FinTech Leader, PwC Singapura Wong Wanyi
Selain itu, SDM tetap menjadi tantangan. Sebanyak 58% perusahaan fintech yang disurvei menunjukkan aspek SDM sebagai penghambat rencana ekspansi regionalnya.(ak)