Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dengan Komisi I DPR pada Rabu (5/2) lalu menampilkan sebuah drama jelang pembacaan kesimpulan rapat.
Johnny dihujani interupsi dari anggota Komisi I DPR ketika dirinya mengoreksi program "Merdeka Sinyal 2020" yang mustahil dicapai di tahun 2020.
Padahal, Indonesia Merdeka Sinyal 2020” adalah target utama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dimana ingin memberikan aksesibilitas telekomunikasi di seluruh Indonesia pada tahun 2020, terutama di seluruh desa pemukiman sudah dapat menikmati layanan seluler dan/ internet.
Perdebatan dimulai ketika Johhny mengoreksi agenda merdeka sinyal 2020. "Ini waktu yang ditetapkan untuk merdeka sinyal ini sebetulnya pertanyaannya kapan ya?" ucap Johnny mempertanyakan di hadapan Komisi I DPR.
Menurut Johnny merdeka sinyal itu suatu proses yang terus berjalan. "Karena dia bergerak sesuai dengan ketersediaan infrastruktur. Karena merdeka sinyal itu suatu semangat untuk menghadirkan sinyal di seluruh pelosok Tanah Air dan kita hanya bisa dengan kecepatan tertentu itu justru setelah tahun 2035, saat satelit sudah tersedia dan sampai tahun 2024 itu belum," jelasnya khas Politisi.
Bahkan, Johnny menyatakan istilah Merdeka Sinyal 2020 itu bukan bersumber dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), melainkan datang dari media massa.
Sontak, pernyataan tersebut mengundang interupsi. Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta menyangsikan pernyataan Johnny tersebut. Pasalnya, program Merdeka Sinyal 2020 sudah digembar-gembor di era Menkominfo Rudiantara.
"Pak menteri, perlu dicek, jangan-jangan itu visi-misi dari Pak Jokowi jadi presiden," kata Sukamta.
Mendapat interupsi dari Sukamta, Johnny langsung menegaskan bahwa tak ada misi Merdeka Sinyal di tahun 2020.
"Saya pastikan tidak ada tahun 2020 di situ, karena visi Pak Jokowi pasti sampai tahun 2024, bukan sampai tahun 2020," jawabnya.
Interupsi juga datang dari Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari, yang mengatakan, ia pernah memimpin rapat bersama Menkominfo ketika dijabat Rudiantara.
Dijelaskannya, istilah Merdeka Sinyal versi Rudiantara, bukan merujuk berarti seluruh rakyat Indonesia sepenuhnya menikmati layanan telekomunikasi.
"Kalau nanti semua warga Indonesia merdeka sinyal, mereka yang nggak punya ponsel, itu tetap nggak merdeka sampai kapan pun. Jadi pengertiannya bukan itu, ada upaya dari pemerintah untuk narik kabel dilakukan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), baik dengan fiber optik atau cara lain, apakah satelit atau wireless, microwave, sehingga pemerintah menghadirkan semua kabupaten," ungkap Abdul.
Perdebatan sengit terjadi dan Menkominfo Johnny akhirnya menghapus tahun 2020 karena menurutnya sudah tidak relevan dengan kondisi ketersediaan infrastruktur telekomunikasi saat ini.
"Pemerintah, saya, tentu mengusulkan merdeka sinyal menjadi perjuangan bersama kita. Tahun 2020 yang membatasi satu kurun waktu, kita hapus. Sehingga dia relevan dengan semua usaha kita untuk memerdekakan sinyal yang tidak saja di kabupaten, tapi sampai di wilayah terdekat di mana masyarakat itu ada secara kontinyu dan terus-menerus," sambungnya.
Sejarah
Jika ditarik mundur ke era Menkominfo dijabat Rudiantara, "Merdeka Sinyal 2020" tak bisa dilepaskan dari program redesain Universal Service Obligation (USO) yang dilakukannya.
Rudiantara kala itu menyatakan, sebagai affirmative policy, Pemerintah hadir untuk membangun infrastruktur telekomunikasi dalam rangka menunjang ekonomi digital, antara lain dengan menggelar teknologi 4G di di wilayah perbatasan Indonesia. Langkah ini merupakan suatu leapfrog yang berangkat dari keyakinan bahwa perbatasan bukan hanya strategis sebagai garda kedaulatan politik, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi.
Seluruh anggaran penyediaan BTS ini berasal dari dana USO yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari 1,25% dari pendapatan seluruh penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia.
Anggaran tersebut dikelola oleh Kominfo melalui BAKTI dengan fokus utama layanan adalah pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) serta wilayah-wilayah yang belum dijangkau oleh sinyal dan secara komersial tidak menarik untuk dikelola oleh pihak swasta.
Model bisnis Penyediaan BTS USO mewajibkan Pemda untuk menyediakan lahan seluas 20 x 20 Meter Persegi dimana di lokasi tersebut akan diinstalasi BTS equipment, menara, transmisi dan catu daya (power) yang akan dibangun oleh BAKTI bekerjasama dengan penyedia/operator.
Tadinya, Rudiantara sempat optimistis Merdeka Sinyal dapat terjadi di 2019. Tetapi akhirnya dikoreksi menjadi 2020.
Bakti sendiri rencananya akan menggelar tender penyediaan 5 ribu site untuk titik yang dianggap belum Merdeka Sinyal itu pada Februari 2020.
Namun, hingga sekarang belum terdengar pembukaan dari tender. Padahal, BAKTI sudah mendahului dengan menggelar tender jasa “Mitra Solusi Telekomunikasi dan Informasi” (MOLEK) di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi dan Informatika (PUTI) dalam rangka Program BTS Sinyal BAKTI - Menuju Indonesia Merdeka Sinyal 2020. Pemenang dari tender MOLEK ini juga belum ketahuan.
Johnny pun beberapa hari setelah menjabat sebagai Menkominfo terlihat sangat fasih berbicara tentang menyediakan kehadiran sinyal di lima ribu titik untuk daerah 3T ini.
Jika Johnny tiba-tiba berbalik arah dengan mengoreksi target realisasi, sepertinya bisa dimaklumi jika melihat proses tender belum berjalan.
Ketimbang ditagih diakhir tahun oleh anggota dewan, tentu lebih baik mengoreksi di depan. Jadi, wajar saja Johnny mendebat kesimpulan rapat dengan Komisi I DPR dan meminta pencantuman tahun 2020 dihapus.
Tentunya harapan kedepan, Johnny tak hanya berani merevisi kesimpulan RDP, tetapi juga mengkajiulang semua perencanaan yang dilakukan pendahulunya, terutama yang akan dikerjakan BAKTI.
Johnny jangan merasa risi untuk melakukan total koreksi terhadap program yang tak matang, tak tersedia pendanaan yang cukup, atau justru menimbulkan konflik di lapangan antara operator dengan BAKTI.
Sudah saatnya BAKTI lebih realistis dalam merancang sebuah program karena sumber utama dana yang digunakan adalah uang masyarakat juga.
@IndoTelko