JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memamerkan cara kerja Mesin Ais ke Peserta Diklat Monitoring Media Sosial Tahun 2020.
“Mesin AIS ialah mesin crawling konten negatif di internet yang diluncurkan sejak tahun 2018. Mesin AIS menggunakan artificial intelligence (AI) untuk secara cepat menentukan konten negatif,” tutur Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Anthonius Malau seperti dikutip dari laman Kominfo (23/2).
Dijelaskannya,, sebagai sistem pemantauan proaktif untuk penanganan konten internet bermuatan negatif, Mesin AIS bekerja dengan cara mengais (crawling) dan mengklasifikasi (jutaan) tautan yang terdeteksi mengandung konten negatif. "Hasil pemantauan akan ditindaklanjuti dengan penanganan berupa pemblokiran akses, penonaktifan konten, serta diteruskan ke instansi terkait," jelasnya.
Kepala Seksi Pemblokiran Konten Internet Ilegal, Taruli, menjelaskan Tim AIS bekerja selama 24 jam dan terbagi atas tiga shift per harinya.
Tugas pokok dari Tim AIS mulai dari penerimaan dan pengelolaan laporan Aduan Konten dari masyarakat dan instansi, pemblokiran konten internet negatif, serta pembatasan akses internet dan media sosial. "Tim AIS juga menghasilkan laporan harian isu trending media sosial, analisa isu populer, dan analisa tagar," tuturnya.
Selain itu Tim AIS juga bekerja untuk melakukan profiling, patroli siber, dan membuat laporan isu hoaks. "Kami juga melakukan verifikasi akun sosial media instansi atau K/L, analisa eCommerce atau perdagangan online serta penanganan khusus konten terorisme/radikalisme," tambah Taruli.
Menurut Taruli, sejak periode Agustus 2018 hingga. 31 Januari 2020 total telah berhasil ditangani oleh Tim AIS sebanyak 1.891.574 konten negatif di internet, yang terdiri dari 1.225.900 penanganan situs dan 655.647 penanganan media sosial.
"Sedangkan temuan isu hoaks dengan periode yang sama total ditemukan 4.507 isu, dimana kategori politik dan pemerintahan menempati urutan teratas. Setiap hari kita kirimkan isu-isu ke tim jubir presiden dan humas-humas di K/L,” ungkap Taruli.
Dalam menganalisa isu dilakukan learning by doing, sehingga harus dilakukan analisis isu secara cermat. “Pemantauan media sosial seperti Twitter dan Facebook hanya data akun publik saja yang bisa di-crawling, sedangkan yang private tidak bisa,” jelas Taruli.(wn)