JAKARTA (IndoTelko) - Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ternyata menyentuh juga tentang industri telekomunikasi.
Dalam dokumen yang beredar di media, pada Paragraf 15 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, di Pasal 76 dinyatakan:
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan kemudahan persyaratan investasi dari sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5065);
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); dan
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252).
Dalam Pasal 78, di draft RUU Omnibus Law dinyatakan
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881) diubah:
1. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
(1) Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pemerintah Pusat dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.
3. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi khusus tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit oleh Pelaku Usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit oleh selain Pelaku Usaha wajib mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(3) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib sesuai dengan peruntukan dan tidak menimbulkan gangguan yang merugikan.
(4) Dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio tidak optimal dan/atau terdapat kepentingan umum yang lebih besar, Pemerintah Pusat dapat mencabut Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan spektrum frekuensi radio.
(5) Pemerintah Pusat dapat menetapkan penggunaan bersama spektrum frekuensi radio.
(6) Pemegang Perizinan Berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan:
a. kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio; dan/atau
b. pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio,
dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(7) Kerjasama penggunaan dan/atau pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(8) Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penggunaan bersama spektrum frekuensi radio, kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, dan pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1) Pemegang Perizinan Berusaha dan Persetujuan untuk penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi radio.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal yakni:
a. Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien.
(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta untuk menyediakan fasilitas bersama infrastrukur pasif telekomunikasi untuk digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan biaya terjangkau.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pasal 34B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34B
(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk keperluan telekomunikasi wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi.
(2) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang telekomunikasi dan/atau penyiaran dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaraan.
(3) Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan kerja sama kedua belah pihak secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berbagi Frekuensi
Hal yang menarik dari materi usulan perubahan UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dalam RUU Omnibus Law terlihat sama dengan materi usulan perubahan PP 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit yang telah ditolak ditandatangani Presiden Joko Widodo di periode pertama pemerintahannya.
Materinya adalah mengijinkan adanya penggunaan frekuensi bersama oleh pemegang perizinan berusaha seperti disebutkan di Pasal 33 ayat 6, Pemegang Perizinan Berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan:
a. kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio; dan/atau
b. pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
Hal menarik lainnya di draft RUU Omnibus Law di Pasal 34 menyatakan
Pemegang Perizinan Berusaha untuk penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi radio.
Mengacu kepada usulan perubahan di atas, artinya yang membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio hanya pemegang perizinan berusaha. Jika terjadi penggunaan bersama spektrum frekuensi radio, yang membayar BHP cukup 1 operator saja, yaitu pemegang perizinan berusaha.
Perubahan pasal ini bukannya menambah pemasukan, melainkan berpotensi mengurangi pendapatan negara dari pembayaran BHP spektrum frekuensi radio.(id)