JAKARTA (IndoTelko) - Pemilu menjadi bagian sangat penting dan kritikal bagi seluruh negara secara global, karena itu penting bagi negara untuk membangun kepercayaan pada rakyatnya dengan melindungi data pribadi para pemilih.
General Manager Untuk Asia Tenggara di Kaspersky Yeo Siang Tiong mengatakan jumlah data yang dikumpulkan, ditransfer, dan disimpan oleh pemilu juga menjadikannya target yang matang bagi para pelaku kejahatan siber.
Mengamankan data mulai dari proses menyalurkan hingga penyimpanan akan selalu menjadi tantangan bagi seluruh negara di dunia karena dua faktor: pertama, beragamnya sistem yang dikelola secara lokal dan kedua adalah mesin turun temurun (legacy machine) yang tidak dirancang untuk dunia yang terhubung. Ruang siber kita yang sangat terhubung sekarang, telah membuka ruang pemilu lokal bagi para peretas lokal maupun asing. Perangkat keras dan sistem lama yang digunakan juga menambah kesulitan untuk mengamankannya.
"Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah mendorong transparansi dalam sistem. Ini berarti membuka kemungkinan untuk audit terbuka yang dapat disaksikan oleh masyarakat dan menunjukkan bahwa pemilu adalah sesuatu yang ditanggapi dengan serius. Selain itu, negara juga dapat melibatkan para ahli atau pekerja di sektor keamanan untuk menyumbangkan wawasan dan pengetahuan mereka dalam menilai risiko dan menambal kemungkinan celah keamanan," katanya dalam keterangan kemarin.
Dikatakannya, untuk menjamin transparansi, meningkatkan kepercayaan, dan memperbarui sistem pemilihan akan membutuhkan kolaborasi terbuka di antara organisasi publik dan swasta.
"Mencegah pelanggaran data dan peretas memasuki sistem pemilihan tidak diragukan lagi menjadi tantangan, tetapi dengan kerja sama yang bertujuan meningkatkan keamanan pemilu, setiap negara dapat menggagalkan upaya pelanggaran apa pun secara efektif di masa depan,” katanya.
Sebelumnya, Data Daftar Pemilih Tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikabarkan berhasil dikuasai hacker.
Akun Twitter @underthebreach pada Kamis (21/5) mengungkapkan sebanyak 2,3 juta data kependudukan milik warga Indonesia diduga bocor dan dibagikan lewat forum komunitas hacker. Data tersebut diklaim merupakan data DPT Pemilu 2014.
@underthebreach memperkirakkan sang hacker mengambil data tersebut dari situs KPU pada tahun 2013.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan penelusuran terkait infomasi tersebut. Selain itu, menurutnya KPU juga tengah melakukan pengecekan kondisi server data.
"KPU RI sudah bekerja sejak tadi malam menelusuri berita tersebut lebih lanjut, melakukan cek kondisi intenal (server data) dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait," ujar Viryan.
Dia menyebut data yang beredar merupakan DPT Pemilu 2014 dengan meta data 15 November 2013.
Menurut Viryan, DPT merupakan data yang bersifat terbuka, dan dapat diakses semua orang.
"Data tersebut adalah softfile DPT Pemilu 2014, pic ini berdasarkan meta datanya tanggal 15 November 2013. Soft file data KPU tersebut (format.pdf) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," kata Viryan.
Viryan juga mengatakan, karena sifat keterbukaan pada saat Pilpres 2014 maka DPT bisa didownload per TPS. Namun, data tersebut tidak seluruhnya dibuka.
"Jadi waktu 2014 kita bisa download per TPS, tapi data pemilih yang didownload itu data pemilih yang bersifat terbuka, namun elemen data pribadi tetap terlindungi, jadi sangat berbeda. Data seperti NIK dan NKK-nya kan tidak ditampilkan secara utuh," tuturnya.
Viryan juga menyebut jumlah DPT pada 2014 tidak mencapai 200 juta. Melainkan sebanyak 190 juta. "Jumlah DPT Pilpres 2014 tak sampai 200 Juta, melainkan 190 Juta," tutupnya.
Praktisi Keamanan Siber Mochammad James Falahuddin menilai KPU tak memahami duduk masalah dari isu yang dilepas Akun Twitter @underthebreach.
"Kalau membaca statement komisioner KPU di media massa, seolah-olah menggiring opini memang DPT dibuka, tapi apa dia tahu kalau yang dibocorkan itu data pribadi karena tanpa masking lagi. Sebaiknya statement denial dan bikin bingung itu dihindari kalau mau mendapat trust dari publik. Idealnya sih komisioner KPU sekarang diganti semua karena terlihat inkompeten, apalagi disebut-sebut pula sebagian dalam kasus Harun Masiku. Bagaimana publik mau percaya hasil Pilkada 2020 nanti, kalau yang organisir orang-orang bermasalah?" tanyanya.(ak)