JAKARTA (IndoTelko) - Menurut survei FICO tentang pembuktian identitas (identitas proofing) dan perbankan digital, aksi pencurian identitas menjadi ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia—3% responden menyadari identitasnya telah dicuri dan digunakan oknum penipu untuk membuka akun bank, sementara, 9% responden meyakini aksi tersebut telah terjadi sebelumnya.
Tingkat kesadaran masyarakat tentang risiko dari kasus pencurian identitas membuktikan pemahaman yang baik mengenai pembuktian identitas sebagai bagian penting dari layanan perbankan di Indonesia.
Hampir tiga perempat (71%) responden menyadari bahwa pembuktian identitas dilakukan untuk melindungi mereka. Kebanyakan orang tidak mencurigai alasan di balik verifikasi identitas. Sementara, 51% responden menyadari aspek regulasi yang melatarbelakangi perbankan untuk mengecek identitas mereka secara lebih lanjut, dan hanya 15% responden yang berpendapat bahwa pembuktian identitas dilakukan agar lembaga keuangan bisa lebih leluasa menjual layanannya.
Mayoritas (64%) responden di Indonesia menganggap bahwa pembuktian identitas adalah cara bank untuk melindungi diri mereka sendiri, sedangkan, 41% responden menilainya sebagai sarana mencegah tindak pencucian uang.
Sebagian besar masyarakat Indonesia terbuka untuk memberi data-data biometri seperti pemindaian wajah, sidik jari, atau sampel suara (voiceprint) demi melindungi akun bank mereka.
Menurut survei ini, ketika nasabah telah memahami manfaat pembuktian identitas, 63% di antaranya bersedia memberi data-data biometri. Hanya 6% responden yang berpandangan bahwa bank seharusnya tidak memindai data-data biometri mereka, sementara, hanya 15% responden yang bersedia namun tidak suka memberikan data-data biometri.
"Di banyak negara Asia, sejumlah aplikasi pemindaian sidik jari, kartu identitas, dan autentikasi telah lazim digunakan akhir-akhir ini. Hanya sedikit orang yang mengkhawatirkan aspek privasi, dan survei ini menunjukkan, banyak orang telah memahami manfaat biometri demi melindungi akun bank dan memberantas aksi pencucian uang," kata Lead for Fraud, Security & Compliance, Asia Pasifik Subhashish Bose.
Di Indonesia, 32,5% konsumen memilih untuk membuka akun bank secara digital, dan sekitar setengah dari total konsumen ingin membuka akun di kantor cabang bank. Namun, sepanjang tahun lalu, akibat pandemi, 59% konsumen Indonesia lebih cenderung membuka akun bank secara digital jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya; sementara, konsumen kerap berkunjung ke kantor cabang dengan alasan sosial dan teknis.
"Di tengah perkembangan perbankan digital, pengalaman inkonsisten pada kanal-kanal digital, kurangnya literasi keuangan, dan masih maraknya penggunaan uang tunai telah mendorong konsumen untuk membuka akun di kantor-kantor cabang bank. Masyarakat meyakini bahwa proses pembukaan rekening di kantor cabang lebih terjamin dan aman. Faktor ini menjelaskan mengapa banyak konsumen Indonesia lebih memilih untuk membuka akun bank secara langsung di kantor cabang," ujar Bose.
Sejalan dengan perubahan di industri dan pilihan konsumen, tren tersebut menghadirkan peluang bagi bank-bank yang menjalankan strategi multikanal, dan mampu beradaptasi dengan peralihan menuju media internet.
Jangan mempersulit
Konsumen Indonesia yang membuka akun bank secara digital ingin menempuh prosesnya pada kanal pilihan mereka, baik di ponsel pintar atau situs internet. Jika mereka diminta untuk berpindah kanal demi membuktikan identitasnya, banyak konsumen akan menghentikan proses pembukaan akun. Mereka akan menghentikan seluruh proses pembukaan akun bank (4-8%) atau beralih ke bank pesaing (10- 22%). Di antara konsumen yang tidak segera menghentikan proses pembukaan akun bank, hingga 18% dari mereka akan menunda prosesnya.
Menurut suvei ini, kendala apa pun yang dialami konsumen akan berperan penting. Ketika bank meminta konsumen untuk memindai atau mengirim dokumen via surel, atau menggunakan portal identitas yang terpisah, hal tersebut sama saja dengan meminta mereka untuk berkunjung ke kantor cabang atau mengirim dokumen fisik sehingga mereka akan menghentikan proses pembukaan akun.
Survei ini dilakukan pada Januari 2021 oleh sebuah perusahaan riset independen berdasarkan standar industri riset. Sebanyak 1.000 penduduk dewasa di Indonesia mengikuti survei ini, bersama 13.000 konsumen di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Afrika Selatan, Australia, Selandia Baru, Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, Brazil, Kolombia, dan Meksiko.(ak)