Pinjol bikin benjol

Sepak terjang Pinjaman Online (Pinjol) menyedot perhatian orang nomor satu di negeri ini.

Hal itu ditunjukkan kala Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat membahas mengenai pinjol, Jumat (15/10).

Dalam pertemuan tersebut, Presiden secara tegas menekankan kepada jajarannya untuk memperhatikan dan melaksanakan tata kelola pinjaman online dengan baik.

Dalam rapat diputuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan penghentian sementara pemberian izin fintech pinjol setelah banyak sekali penyalahgunaan atas tindak pidana di dalam ruang pinjaman online.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga akan melakukan moratorium penerbitan penyelenggara sistem elektronik untuk pinjol yang baru.  Kominfo akan mengambil langkah-langkah tegas dan tanpa kompromi untuk membersihkan ruang digital dari praktik-praktik pinjaman online ilegal atau pinjaman online tidak terdaftar.

Kominfo menyatakan sejak tahun 2018 telah menutup atau melakukan pemutusan akses terhadap 4.874 konten pinjol ilegal yang tersebar di berbagai platform. Tahun 2021 saja, yang telah ditutup 1.856 yang tersebar di website, Google Play Store dan YouTube, Facebook dan Instagram, serta di file sharing.

Langkah tegas juga akan diambil oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) khususnya terhadap tindak pidana terkait pinjol.

Saat ini terdapat 107 pinjol terdaftar dan berizin OJK dimana seluruh penyelenggara harus masuk ke dalam asosiasi fintech. Perputaran dana atau nilai omzet financial technology peer to peer lending atau pinjaman online mencapai Rp260 triliun. Lebih dari 68 juta rakyat yang mengambil bagian di dalam aktivitas kegiatan teknologi finansial tersebut.
 
Bermasalah
Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi (SWI)  mencatat lonjakan pengaduan masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal hingga 80%, periode Januari-Juni 2021. Sepanjang Juli 2021, satgas telah memblokir 172 platform pinjol ilegal.

Pinjol ilegal kian marak karena menawarkan pinjaman cepat namun diiringi bunga tinggi dan sistem penagihan yang tidak beretika.

Temuan menarik lainya diungkap SWI adalah mengendus motif lain di luar pencarian keuntungan dari maraknya Pinjol ilegal di Indonesia yakni kemungkinan pencucian uang lewat perusahaan pinjol.

Mayoritas perusahaan pinjol ilegal yang beroperasi memiliki motif untuk meraup keuntungan yang besar sehingga melakukan bisnis tersebut. Meski, kemungkinan pencucian uang tetap dapat terjadi mengingat patut diduga ada peran serta negara asing dalam perputaran uang bisnis pinjol ilegal di Indonesia.

Catatan OJK, dari ribuan pinjol ilegal yang diblokir ada 22% yang server operasionalnya berada di Indonesia. Kemudian, 34% lainnya berada di luar negeri. Sementara, sisanya sebanyak 44% tidak diketahui.

Awalnya, kehadiran fintech di Indonesia dianggap sebagai game-changer yang membawa perubahan pada lanskap industri keuangan dan adopsi layanan keuangan di masyarakat yang menjadi serba digital.  

Faktor lain yang mendukung cepatnya penetrasi fintech di Indonesia adalah terbatasnya penyaluran kredit dari sektor lembaga pembiayaan konvensional, dengan penetrasi kartu kredit yang masih rendah, yaitu sekitar 3%.

Sayangnya, Indonesia memiliki  beberapa pokok masalah di hilir terkait fintech yang belum tuntas yakni aspek masyarakat dengan literasi digital rendah.

Aspek lainnya yakni soal kemajuan fintech yang memverifikasi calon nasabah melalui akses verifikasi data di Dukcapil. Sementara  regulasi terkait hal ini belum maksimal melindungi.

Menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, bahwa kesiapan masyarakat menjadi konsumen digital patut ditingkatkan, yang diiringi dengan upaya kolaboratif dari regulator dan fintech lending legal.

@IndoTelko