Lippo makin digital

JAKARTA (IndoTelko) -Filosofi bisnis yang dikembangkan Lippo berjalan dalam koridor yang dirancang sang pendiri, Mochtar Riady, yakni stewardship ataupun amanah. Perusahaan harus terus tumbuh berkesinambungan seiring dengan memberikan berkah bagi lingkungan dan masyarakat.

Pesatnya perkembangan teknologi dan dunia digital sejak beberapa tahun terakhir seiring investasi dan ekspansi Lippo di sektor teknologi dan digital sejak 2014.

“Kami mulai investasi di dunia startup pada 2014, dulu namanya Ventura. Pada saat itu, kalau kita masuk ke semua perusahaan teknologi di Indonesia, seperti Tokopedia, Traveloka, Gojek. Total kapitalisasinya itu sekitar US$60 juta,” ungkap CEO Lippo Karawaci John Riady.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah berdampak pada perubahan pola pikir dan perilaku konsumen. Begitupun dengan pola bisnis. Ada satu pepatah kuno yang mengatakan, “Pada saat angin mulai meniup, ada yang membangun tembok, ada pula yang membangun kincir angin.”

Perubahan tak mungkin dihalau, namun harus direspons dengan tepat. Karena itu, John Riady, sebagai generasi ketiga Lippo memilih membangun ‘kincir angin’.

Berbagai inovasi bisnis terkait pengembangan teknologi dan digital telah digulirkan John Riady. Ada empat strategi dan bagian yang dikembangkan John dalam pengembangan bisnis di bidang teknologi dan digital.

Pertama ialah investing in early stages technology, di mana Lippo berinvestasi di perusahaan perusahaan teknologi dan digital yang masih dalam tahap awal dan pengembangan. Investasi yang dilakukan pun belum terlalu besar. Misalnya saja, investasi Lippo di Grab saat itu hanya sebesar US$50.000. Lalu, di Ruangguru dan Sociolla sebesar Rp3 miliar dan Rp5 miliar.

Tahapan ini dinilai sangat penting oleh John. Selain modal investasi yang tak terlalu besar, berbagai detail dan pelajaran pun bisa diraih. Seperti apa dan bagaimana perintisan perusahaan-perusahaan teknologi dan digital, serta jatuh-bangun perusahaan-perusahaan tersebut. Kini, perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki nilai kapitalisasi yang sangat besar. Kolaborasi dan pengembangan ini menjadi nilai tambah bagi Lippo untuk pengembangan selanjutnya.

Tahapan kedua, ialah menjalin kemitraan. Salah satu kemitraan yang dibangun ialah dengan Ping’An, sebuah perusahaan teknologi asuransi terbesar di China. Kedua perusahaan ini menjalin satu joint venture (JV) untuk mendirikan perusahaan financial technology (fintech) di Indonesia.

Tahapan ketiga ialah later stage, atau melakukan investasi di perusahaan-perusahaan teknologi dan digital yang telah besar. Dalam tahapan ini, Lippo berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang telah besar, seperti Bukalapak dan GoTo.

Setelah berbagai pembelajaran dan kolaborasi yang dilakukan, tahapan berikutnya ialah melakukan transformasi perusahaan yang dimilikinya, salah satunya ialah PT Multipolar, Tbk (MLPL).

Sesuai transformasi yang dilakukan, perusahaan ini melakukan rebranding dengan mengganti logo, identitas baru hingga mengubah penyebutan Multipolar menjadi MPC. Dengan mengusung konsep “The Future is Digital”, MPC juga mempertajam fokus bisnisnya sebagai perusahaan investasi teknologi terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara.

Transformasi ini menjadi penanda perubahan strategi Lippo ke arah digital. Strategi ini sejalan dengan peluang besar yang ada. Berdasarkan riset e-Conomy SEA 2021 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Coyang melansir potensi nilai ekonomi digital Indonesia akan melonjak sebesar USD330 miliar pada 2030.

Untuk meraih peluang tersebut MPC akan fokus pada empat pilar, yakni pendanaan tahap awal, pendanaan tahap pengembangan dan lanjutan, digitalisasi portofolio, serta meningkatkan peran sebagai mitra lokal bagi perusahaan skala global.

Sebagai langkah awal untuk pendanaan, MPC telah menggalang dana melalui kemitraan strategis dengan Tokyo Century Corporation. Melalui kemitraan strategis ini, MLPL mendapatkan dana segar sebesar US$50 juta melalui mekanisme pembelian instrumen konversi dengan tenor 3 tahun dan opsi perpanjangan 1 tahun.

Salah satu langkah MPC adalah membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan Luno—salah satu portofolio dari Venturra Capital, VC dari Lippo Group--untuk menggarap potensi aset kripto di Indonesia.

Transformasi lain yang dilakukan ialah dengan mengundang investor strategis perusahaan teknologi digital ke dalam perusahaan yang dimiliki Lippo, yakni PT Matahari Putra Prima, Tbk (MPPA).

Masuknya PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) sebagai salah satu investor strategis dan pemilik saham MPPA telah mendorong transformasi bisnis menjadi omnichannel retail player di Indonesia. Alhasil, online sales MPPA hingga kuartal III 2021 berkembang pesat, yakni mencapai 11% dari total penjualan.

Anak usaha Lippo yang lain, PT Link Net Tbk. (LINK) tahun ini fokus membenahi tata kelola serta memaksimalkan prinsip Enviromental, Social, and Governance (ESG), yang hasilnya sepanjang periode semester I 2021 berhasil meraih pendapatan sebesar Rp2,2 triliun atau tumbuh 11,7% secara year on year.

“Selain properti dan rumah sakit, pengembangan teknologi dan digital akan menjadi salah satu core business kami. Tidak bisa dimungkiri, teknologi dan digital akan terus semakin dominan di Indonesia. Approach yang kami lakukan mungkin berbeda, yakni melakukan kemitraan dan menjadi investor,” tutup John.(ak)