JAKARTA (IndoTelko) -- 2022 menjadi fase penting dalam pengembangan 5G, setelah di tahun sebelumnya sebagian besar operator seluler mulai membuka layanan jaringan super cepat generasi ke-5 itu di Tanah Air.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo (Komkominfo), Ismail, menyebut bahwa berbagai pihak kini perlu menggali, seperti apa upaya agar gelaran 5G ini bisa segera hadir, di samping besarnya potensi yang dihadirkan ke depan.
"Dalam konteks implementasi 4G itu butuh waktu setidaknya 5-6 tahun hingga titik saat ini. Dan 5G pun juga sama sebenarnya, yang masih butuh waktu pembelajaran pembangunan seperti 4G. Namun, untuk mempercepat yang dibutuhkan 4G itu isu yang musti kita gali dan speed up agar impementasinya bisa dengan cepat di Tanah Air," terang Ismail, Rabu (12/1/2022).
Ismail menjabarkan peluang untuk mempercepat gelaran 5G itu bisa melalui dua isu yang harus diselesaikan Indonesia. Pertama adalah cost, lalu yang kedua merupakan revenue-nya.
"Bagaimana kita bisa melakukan efisiensi cost untuk mengimplementasikan 5G," paparnya.
Faktor utama yang paling berpengaruh terhadap cost adalah spektrum frekuensi. Kalo spektrumnya terbatas, Ismail menyebut, BTS-nya perlu rapat, sehingga cost yang dikeluarkan akan semakin besar.
"Bagaimana secepatnya bisa mendeliver spektrum frekuensi ini memadai sehingga efisiensi cost bisa terjadi," ucapnya.
Sementara, dari sisi revenue, Ismail memaparkan bahwa ini terkait dengan bagaimana membangun demand. Ini sangat penting, sehingga 5G benar-benar dibutuhkan.
"Jangan bilang (jaringan 5G) bisa ini, bisa itu, tapi tidak ada demand-nya. Ada tidak use case yang jelas-jelas membutuhkan 5G atau yang hanya bisa run (aktif) di 5G," ucapnya.
Soal membangun demand atau use case ini juga menjadi penting bagi Ismail terutama dengan mengkedepankan solusi lokal. Dikatakan Ismail, use case yang dihadirkan harus khas Indonesia, jangan ikut-kutan apalagi ciptakan yang non produktif, agar penerapannya bisa benar terasa manfaatnya betul. Kemudian dirinya mencontohkan, soal metaverse yang ia lihat gebyar dan sekenarionya terlihat sangat menjanjikan.
"Dan Korea Selatan khususnya Seoul mendeklarasikan bakal menjadi kota digital pertama di dunia dengan Metaverse, itu bisa terjadi tentu dibaliknya ada 5G yang kuat. Kita pun menuju ke sana dengan use case lokal yang nyata, dan making money, dimana korporasi maupun perorangan bersedia membayar lebih untuk mendapatkan suatu yang pemanfaatanya produktif," tegas Ismail.
Menyambung Ismail, Indra Mardiatna, VP strategy Technology Telkomsel juga menyebut jika pihaknya hingga saat ini juga terus mendorong use case service seperti apa yang relevan untuk Indonesia.
"Tentu kita ingat di 3G dahulu kita kira Killer application itu video call, ternyata ada di broadbandnya, 4G juga demikian Killer application justru ada di supporting teknologinya itu sendiri yakini unicron-unicron. Diharapkan kedepan use case 5G lokal yang relevan bakal hadri," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito menyebut tantangan yang tidak kalah krusial ialah soal ketersediaan spektrum ideal 5G dan juga talenta digital.
"Spektrum 5G yang lengkap diharapkan tentu hadir segera, tapi perlu melihat juga kesiapan operator untuk mengikuti lelangnya. Kemudian Talenta digital di era 5G, ketika jaringa super cepat itu benar hadir ujung prasyaratannya tentu ada pada kecukupan talenta digital, yang kini tercatat masih kurang sekali," katanya. (TEP)