JAKARTA (IndoTelko) -- Pemerintahan digital atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) yang telah dicanangkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu dianggap belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Masyarakat Telematika (Mastel) menganggap perlu adanya leadership system untuk mendapatkan hasil yang bisa memuaskan semua pemangku kepentingan.
Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, dalam rapat dengar pendapat terkait RUU Pemerintahan Digital dengan DPD, Rabu, 19 Januari 2022. Menurut Sarwoto, SPBE tumpuan harapan atas terwujudnya pemerintahan yang efisien, transparan dan akuntabel.
"Maka dari itu SPBE perlu leadership system," kata Sarwoto.
Regulasi SPBE atau Pemerintahan Digital bilamana mau dinaikkan statusnya menjadi Undang-Undang maka yang harus ditekankan adalah penegakan regulasi yang disiplin dilaksanakan terlebih dahulu kepada kementerian/Lembaga sebagai pemanfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau teknologi digital tersebut, baru kepada masyarakat pengguna.
SPBE perlu leadership system (Komitmen Pimpinan, Sarana dan prasarana dan Sumberdaya manusia). Undang-undang perlu membentuk dan menunjuk National Chief Information Officer (NCIO) SPBE siapa. Untuk ini perlu model integrasi pusdatin-pusdatin kementerian/Lembaga melebur kepada organisasi NCIO SPBE.
"Tampaknya model BRIN perlu ditiru untuk SPBE," tambahnya.
Kondisi saat ini silo-silo pusdatin di tingkat pusat dan daerah masih terjadi. Dari catatan yang ada, total belanja TIK Pemerintah (2014-2016) sebesar 12,7T namun tingkat utilitas hanya mencapai 30%. Mastel memperkirakan pola ini belum berubah selama kurun waktu sampai dengan saat ini. Di ranah infrastruktur TIK menurut catatan Mastel Pemerintah hanya mendanai belanja modal sebesar 1,2% atau rp7,2T sementara badan usaha swasta mendanai sisanya sebesar rp428T (98,3%) sumber RPJPN (2020-2024). Semakin jelas infrastruktur SPBE tergantung swasta, pemerintah dalam hal ini inferior.
SPBE mempunyai cakupan layanan yang beragam : G2G antar pemerintah, G2B pelaku usaha, G2C untuk masyarakat, dan G2E untuk sumber daya kepegawaian. Sudah saatnya SPBE dikategorikan kedalam kelompok penyelenggara telematika khusus yang interaktif (Telsus Interaktif).
“Untuk mendukung pengembangan aplikasinya, Mastel juga mengusulkan dibentuknya NINA (National IN-house Apps) pusat unggulan pengembangan dan produksi aplikasi umum dan aplikasi khusus yang diperlukan oleh SPBE” demikian menurut Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno menambahkan. NINA ini akan mendorong kreativitas dan kemandirian anak bangsa untuk produksi aplikasi dan platform pemerintahan, selain pentingnya data centers dan konsep satu data.
SPBE sebagai Telsus interaktif dan strategis memerlukan infrastruktur khusus berupa bandwidth pemerintah dan tata kelola internet dengan kehandalan dan keamanan tinggi. Layanan SPBE harus segera disebarkan secara inklusif dari Pusat sampai dengan desa-desa.
Mastel juga berpendapat konsep kolaborasi, koordinasi, tata Kelola dan manajemen SPBE sudah sangat bagus, namun Indikator Kinerja (Key Performance Indikator) dari konsep ini belum ada sehingga sulit diukur dan dimintai pertanggungjawaban.
"Indonesia saat ini menempati ranking 88 dari 193 negara menurut catatan E-Gov Development Index United Nation tahun 2020. Masih banyak ruang untuk perbaikan secara menyeluruh," tutup Sarwoto. (SYR)