Pemerintah terus berupaya mempercepat pembangunan infrastruktur digital di Indonesia, salah satunya melalui proyek ambisius Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1.
Proyek ini dijalankan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Satelit ini akan memberikan akses internet bagi 150.000 titik lokasi layanan publik yang terdiri atas sarana pendidikan, pemerintah daerah, administrasi pertahanan keamanan, dan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
Proyek kerja sama dengan PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) itu menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) produksi Thales Alenia Space (TAS) dari Prancis, dengan rocket launcher produksi Space-X yaitu Falcon 9-5500 dari Amerika Serikat.
Capital expenditure proyek ini sebesar US$545 juta, atau setara dengan Rp7,68 triliun. Adapun nilai dari proyek tersebut terdiri dari porsi ekuitas sebesar US$114 juta atau setara dengan Rp1,61 triliun, dan porsi pinjaman sebesar US$431 juta atau setara dengan Rp6,07 triliun. Penandatangan dokumen pembiayaan atas proyek Satelit SATRIA-1 telah dilakukan pada tanggal 24 Februari 2021.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam kunjungan kerja ke Prancis belum lama ini meninjau perkembangan pembuatan Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1 di Cannes, Prancis. Dalam rangkaian pertemuan dari tanggal 2 sampai dengan 6 Maret 2022, Menkominfo berhasil memperoleh komitmen pembiayaan sekitar US$1,4 miliar.
Saat ini pembangunan satelit SATRIA-I telah mencapai hampir 70 persen. Diharapkan dapat diluncurkan ke orbit sesuai jadwal yang telah disepakati bersama, pada Juni 2023, dan mulai beroperasi komersial pada kuartal 4 tahun 2023.
Masih di Perancis, Menteri Johnny mengadakan rapat dengan CEO Thales International, Madam Pascale Sourisse untuk memenuhi kebutuhan peluncuran high-throughput satellite Indonesia yang rencananya akan dibiayai oleh Pemerintah Prancis melalui Public Investment Bank Prancis. Kabarnya untuk pembiayaan pembangunan SATRIA-2A 150 Gbps akan diproduksi oleh Thales Alenia Space bernilai sekitar US$600 juta.
Berlanjut ke London, Inggris, pada tanggal 7 sampai dengan 9 Maret 2022, Menkominfo bertemu dengan beberapa pejabat kementerian Pemerintah Inggris dimana Menteri Johnny berhasil mendapatkan komitmen pembiayaan High-Throughput Satellite (HTS) sebesar GBP650 juta. Dalam pertemuan itu, kedua pihak membahas dukungan Pemerintah Inggris dalam pembangunan twin atau dua satelit berteknologi HTS buatan Airbus dengan kapasitas dua kali 150 Gbps.
Menkominfo Johnny G. Plate bersama UK Managing Director Airbus Defence and Space Richard Franklin juga menbahas kesiapan Airbus dalam memproduksi Twin HTS berkapasitas dua kali 150 Gbps. Rencananya proyek ini akan dibiayai oleh UKEF sesuai dengan proposal Official Financing Offer.
Satelit Backup
Kominfo pun melakukan penyediaan Hot Backup Satellite (HBS) untuk mitigasi risiko Satelit SATRIA-1 yang memiliki kompleksitas dan potensi gangguan operasional tinggi.
Selain memiliki fungsi utama sebagai cadangan bagi SATRIA-1, penyediaan HBS bertujuan untuk menambah kecepatan internet sekaligus meningkatkan user experience pengguna layanan akses internet untuk dukungan layanan publik.
Proyek Penyediaan HBS ini, nantinya akan memiliki kapasitas 80 Gbps yang menggunakan teknologi HTS dengan frekuensi Ka-Band. Potensi penerima manfaat Proyek HBS, pertama akan digunakan instansi di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi di daerah 3T. Untuk mendukung penyediaan layanan internet cepat di 93.400 titik sekolah SD, SMP, SMA, SMK, madrasah, dan pesantren.
Kedua, Proyek HBS juga memberikan manfaat dengan mendukung layanan 3.700 titik Puskesmas, Rumah Sakit, dan layanan kesehatan lain.
TNI dan Polri dapat memanfaatkan layanan HBS di 3.900 titik untuk mendukung layanan internet cepat bagi kebutuhan administrasi keamanan agar lebih dapat diandalkan. Kemudian, ke empat, bagi pemerintah daerah, sebanyak 47.900 titik kantor desa dan kelurahan serta kecamatan di Indonesia akan terhubung secara online
HBS juga dapat membantu Kementerian Keuangan untuk mendukung percepatan digitalisasi penyaluran pembiayaan ultra mikro (UMi), guna mendorong percepatan realisasi keuangan inklusif di seluruh Indonesia.
Proyek HBS akan memiliki tujuh stasiun bumi yang tersebar di beberapa kota di wilayah Indonesia antara lain Banda Aceh, Bengkulu, Cikarang, Gresik, Banjarmasin, Tarakan dan Kupang. Selain itu, Proyek HBS juga akan memiliki dua set Satellite Control Center (SCC) primer dan backup.
Untuk SCC primer terletak di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat dimana antenna dan RF subsystem-nya terletak di Banda Aceh. Lalu, SCC backup terletak di Banjarmasin dengan antenna dan RF Susbsytem-nya berada di Kupang.
Konstruksi proyek HBS akan dimulai pada Q1 tahun 2022. Selanjutnya akan diluncurkan di Q1 tahun 2023 agar pada Q4 tahun 2023 sudah beroperasi dan masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
Adapun perusahaan manufaktur satelit untuk proyek HBS adalah Boeing, dan menggunakan rocket launcher dari Space-X yaitu Falcon 9. Sedangkan untuk slot orbit menggunakan administrator Indonesia pada slot 113 E.
Pengadaan Infrastruktur (Capital Expenditure) penyediaan HBS membutuhkan biaya investasi sebesar Rp5.208.984.690.000, termasuk PPN. Sedangkan biaya jasa pengoperasian dan pemeliharaan Infrastruktur HBS senilai Rp475.204.320.000, termasuk PPN pertahun selama masa operasi 15 tahun.
Pelaksanaan pengadaan Proyek Penyediaan HBS mengacu pada Peraturan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Nomor 4 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Penyediaan Hot Backup Satellite.
Ketua Pokja Pemilihan telah mengumumkan hasil tender Proyek Penyediaan HBS pada tanggal 25 Februari 2022 lalu. Berdasarkan hasil pengumuman, Kemitraan Nusantara Jaya telah ditetapkan sebagai Pemenang Tender. Selanjutnya, BAKTI Kementerian Kominfo telah menunjuk Kemitraan Nusantara Jaya sebagai Penyedia untuk Proyek Penyediaan Hot Backup Satellite pada tanggal 10 Maret 2022.
Kemitraan Nusantara Jaya terdiri dari PT Satelit Nusantara Lima, PT DSST Mas Gemilang, PT Pasifik Satelit Nusantara dan PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.
Jika melihat langkah Kominfo sepertinya satelit akan menjadi backbone untuk pemerataan akses internet. Ini bisa dilihat walau beam (pancaran) dari program SATRIA banyak beririsan dengan Proyek Palapa Ring, tetapi program di angkasa itu terus digeber.
Padahal, BAKTI berencana menggelar juga proyek Palapa Ring Integrasi tak lama lagi dimana akan menyambungkan Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur.
Tentunya kita harus mengapresiasi upaya dari Kominfo yang serius memperkuat infrastruktur konektifitas internet, tetapi perencanaan matang dan eksekusi yang efisien jangan dilupakan.
@IndoTelko