Kominfo jelaskan perlunya program Hot Backup Satellite

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate

JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah Republik Indonesia akan segera meluncurkan High Throughput Satellite (HTS) yang kedua.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan Hot Backup Satellite (HBS) itu dapat digunakan untuk layanan telekomunikasi Indonesia serta kepentingan masyarakat ASEAN.

“Dalam pertemuan dengan beberapa Menteri ASEAN, Indonesia menyatakan memilih HTS untuk menjaga independensi layanan satelit sebagai kepentingan transformasi digital nasional, namun juga agar Indonesia mendapat layanan intenet yang lebih kompetitif dan lebih efisien,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Penyediaan Hot Backup Satellite (HBS) dan Jasa Pengoperasian, kemarin.

Menteri Johnny menyatakan HBS yang diluncurkan juga untuk memenuhi kebutuhan Negara ASEAN dalam kerangka kerja sama infrastruktur.  “Kepada saya disampaikan bahwa (satelit) backup tidak saja untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ASEAN dalam rangka kerjasama infrastruktur TIK ASEAN,” tandasnya

Menurut Menkominfo, HBS akan digunakan untuk melengkapi kebutuhan layanan publik di Indonesia. “Satu satelit besar dengan kapasitas 150 Gbps, yang nanti akan digunakan untuk melengkapi kebutuhan layanan satelit bagi titik-titik layanan publik di Indonesia,” jelasnya.

Setelah Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1 dengan kapasitas 150 Gbps, hari ini Menteri Johnny menyaksikan penandatanganan pengadaan HBS dengan kapasitas yang sama. “Jadi satelit Indonesia ini salah satu yang terbesar di Asia. Tadi kita menyaksikan bersama-sama penandatanganan kontrak pengadaan Hot Backup Satellite,” tuturnya.

Menkominfo berharap HBS bisa mengorbit sesuai jadwal pada kuartal pertama tahun 2023. Menteri Johnny juga mengharapkan agar HBS dapat beroperasi dengan cepat.

“Satelit yang ditandangani hari ini adalah satelit buatan Boeing dan kita akan memiliki dua jenis satelit. Satu buatan Thales Alenia Space Prancis, dan yang kedua buatan Boeing Amerika Serikat. Dua-duanya akan diluncurkan dengan roket pendorong Falcon 9-5500 milik perusahaan aerospace Elon Musk, SpaceX, dan diluncurkan melalui peluncuran Cape Canaveral di Florida,” jelasnya.

Menkominfo menyatakan, pada saat yang bersamaan, proses produksi Satelit SATRIA-1 saat ini sudah mencapai sekitar 70%.  “Menurut pabrikan pembuat satelit Thales Alenia Space, akan diluncurkan masih sesuai jadwal yaitu pada Juni tahun 2023 dan beroperasi komersial di tahun 2023 kuartal keempat,” ungkapnya.

Lebih Efisien
Menkominfo menyatakan saat ini, sudah ada 350 ribu titik layanan publik yang mendapat layanan jaringan pita lebar. Menurut Menteri Johnny, sisa titik layanan publik perlu dilayani dengan pengadaan satelit telekomunikasi.

“Dengan jumlahnya saat ini tidak kurang dari 150 ribu titik, yang belum mendapat layanan internet dari 500 ribu titik layanan publik. Dengan demikian, maka satelit yang dibangun untuk kepentingan Indonesia sebesar 300 Gbps,” jelasnya.

Rata-rata benchmark harga sewa kapasitas satelit di dunia berkisar USD400 per Mbps per bulan. Dari waktu ke waktu harga sewa itu terus mengalami penurunan. Menurut Menkominfo, saat ini  harga sewa berada di kisaran USD150 per Mbps per bulan.

“Namun demikian, Satelit SATRIA dan Hot Backup mampu membuatnya menjadi lebih efisien dengan biaya sekitar USD45 per Mbps per bulan. Jadi jauh lebih efiesien, itulah salah satu kombinasi pilihan jenis-jenis satelit. Kita memilih satelit telekomunikasi yang besar agar biaya per Mbps menjadi lebih efisien,” tandasnya.

Dalam acara itu, Menteri Johnny menyaksikan seremoni penandatanganan dua kontrak pengadaan antara Kementerian Kominfo dengan Kemitraan Nusantara Jaya. Kontrak pertama ditandangani Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo, Anang Latif; Direktur Utama PT Satelit Nusantara 5, Agus Budi Cahyono; Direktur PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, Raffi Tawar; Dua Direktur dari PT DSST MAS Gemilang, Alex Sutanto dan Paulus Yuniardi; Direktur Utama PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, J. Indri Priatmojo dan Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara, Adi Rahman Adiwoso.

Untuk kontrak yang kedua, penandatanganan dilakukan Pejabat Pengelola Komitmen BAKTI Kominfo Mutsla Adlan bersama mitra terkait.

“Untuk pengadaan satelit, saya telah meminta untuk menyiapkan agar satelit berikutnya adalah satelit dengan teknologi software defined satellite, yakni satelit yang wilayah layanannya bisa diatur melalui software-nya di hulu, Nah, akan kita pelajari dan mudah-mudahan teknologi yang baru ini akan memberikan atau memungkinkan harga-harga satelit yang lebih kompetitif lagi,” jelasnya.

Menkominfo menjelaskan, HBS  merupakan cadangan untuk SATRIA-I menggunakan teknologi very high-throughput sedang dibangun dan dijadwalkan selesai pada pertengahan 2023. Satelit HBS juga menyediakan kapasitas tambahan bagi infrastruktur jaringan internet.

"Dari sisi bandwith, HTS dengan teknologi yang baru ini memiliki kapasitas yang setara dengan Satelit SATRIA-I. Untuk jelasnya, 150 Gbps ini dipakai oleh BAKTI Kominfo sebesar 80 dan lebihnya akan dipakai negara-negara di sekitar ASEAN. Penggunaan sendiri oleh PSN untuk menggantikan kebutuhan Satelit Nusantara-2 yang gagal diletakkan diorbit pada April tahun 2020 yang lalu,” jelasnya.

Menteri Johnny menegaskan telah mempertimbangkan aspek teknis oleh operator, pengguna, maupun pabrik pembuatan satelit.

"Sudah pasti diperhitungkan, dianalisa dengan baik. Jadi jelas ya, satelit ini adalah Ka-band, sedangkan satelit milik Telkom adalah Ku-band dan C-band, sehingga tidak akan saling mengganggu,” tandasnya.

Atasi Kesenjangan
Direktur Utama BAKTI Kementerian Kominfo Anang Latif menjelaskan skema pembiayaan HBS dengan SATRIA-1 berbeda. Pembiayaan HBS langsung dari BAKTI Kementerian Kominfo. Sementara SATRIA-1 berasal dari konsorsium atau investor.

“Untuk SATRIA-1, kami membutuhkan investor untuk HBS kami menggunakan dana pembiayaan langsung dari BAKTI sendiri karena ini sebenarnya ditujukan juga untuk menggantikan BTS-BTS USO yang  sewa kontraknya akan berakhir di tahun 2024. Jadi akan menggunakan dana BAKTI which is USO untuk keperluan ini,” jelasnya.

Dirut Anang Latif menegaskan pengadaan satelit ini akan memberikan manfaat bagi BAKTI Kementerian Kominfo yang bertugas menjembatani kesenjangan akses telekomunikasi di Indonesia.

“Harapannya dengan kehadiran dua satelit di tahun 2023, tentunya akan membuat ketersediaan bandwith sehingga layanan internet menjadi lebih memadai, lebih layak. Sehingga proses transformasi digital yang telah disiapkan bukan hanya oleh Kominfo, termasuk dengan kementerian dan lembaga lainnya di pemerintahan tentunya bisa makin lancar,” harapnya.

Saat ini BAKTI Kementerian Kominfo telah membangun lebih dari 3000 Tower BTS 4G dan  akses internet di hampir lebih dari 17.000 titik. Sebanyak 95% akses menggunakan satelit yang ada di atas wilayah Indonesia.

“Semua fasilitas yang tersedia satelit yang ada di atas wilayah Indonesia, semua kapasitasnya sudah habis dipakai, sehingga nanti dengan adanya kehadiran SATRIA-I beserta Hot Backup-nya, ini tentunya akan menopang kebutuhan bandwith yang saat ini terasa sangat kurang,” ungkapnya.(wn)