JAKARTA (IndoTelko) -- Kegiatan filantropi selama ini diidentikkan dengan kegiatan memberikan bantuan kepada pihak yang membutuhkan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, filantropi mulai menemukan relevansinya agar kegiatan yang dijalankan dapat memberikan dampak yang jauh lebih besar kepada masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh CEO Global Tanoto Foundation, J. Satrijo Tanudjojo dalam sesi diskusi “The Future of Social Investments in the Asian Decade” yang merupakan rangkaian acara Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) yang digelar di Nusa Dua Bali pekan ini.
Menurut Satrijo, kegiatan filantropi telah berubah dari yang sebelumnya berupa kegiatan memberikan bantuan sosial, menjadi investasi sosial. Dengan menggunakan terminologi ini, kegiatan filantropi fokus kepada dampak atau hasil atas program-program yang dilaksanakan.
“Dalam bisnis, investasi berarti akan ada keuntungan atau profit. Akan tetapi investasi sosial tidak selalu soal profit. Lebih dari itu, investasi sosial akan memberikan dampak. Jadi, yang pertama adalah dampak apa yang bisa diberikan,” kata Satrijo.
Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981, selama 40 tahun pengabdiannya selalu fokus untuk menciptakan dampak yang lebih luas kepada masyarakat.
Satrijo menuturkan, dengan fokus kepada dampak atau hasil, kegiatan filantropi yang dilaksanakan bisa menjawab persoalan-persoalan besar yang ada di sebuah negara.
Seperti halnya di Indonesia, masyarakat kini mampu mengakses pendidikan dasar dan menengah karena jumlah sekolah yang telah memadai. Namun di sisi lain, ada persoalan dalam hal kualitas guru yang masih perlu ditingkatkan. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Tanoto Foundation melalui salah satu programnya, fokus pada upaya peningkatan kualitas guru di Indonesia.
Tanoto Foundation juga menjalankan program lain yang fokus pada upaya peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memastikan agar setiap anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan usianya serta siap menempuh pendidikan dasar.
“Tanoto Foundation pun memutuskan untuk fokus pada pendidikan usia dini, serta peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah. Itulah kenapa kami berinvestasi sangat besar dalam bidang tersebut hingga saat ini. Dalam pelaksanaannya kami bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra, dan organisasi lain,” jelas Satrijo.
Kemudian saat pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia, Tanoto Foundation memutuskan untuk terlibat dalam berbagai upaya untuk membantu pemerintah dan masyarakat agar kegiatan pendidikan dapat terus berjalan. Salah satu yang dilakukan adalah mendorong digitalisasi dalam kegiatan belajar-mengajar.
“Menurut kami, Covid-19 telah mengajarkan kita satu hal, yakni kita bisa mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu, strategi kami adalah kemitraan yang berlandaskan pada bukti dan dampak,” ungkap Satrijo.
Sementara itu Deputi CEO Temasek Trust, Boon Heong Ng, yang juga menjadi pembicara di sesi tersebut, sependapat dengan pernyataan Satrijo bahwa filantropi tidak lagi sekedar memberikan uang, namun harus ada tujuan akhir dari kegiatan yang dijalankan.
Boon Heong mengungkapkan, saat ini Temasek Trust tak lagi sekedar memberikan dana hibah, namun juga mulai fokus kepada program investasi berdampak (impact investing). Program tersebut telah dilaksanakan oleh Temasek Trust dalam tiga tahun terakhir.
“Keberhasilan ini memvalidasi analisis atau tesis kami tentang potensi dan peluang untuk tetap menerapkan investasi berdampak di Asia dalam rangka memenuhi tuntutan SDG, dan kami tetap mendapat keuntungan dari modal swasta,” jelas dia.