JAKARTA (IndoTelko) - Keamanan siber perlu dilihat dari kacamata global mengingat ancaman keamanan yang terus hadir tanpa melihat batas negara (borderless). Bergabung bersama perusahaan teknologi dunia ternama sebagai anggota outreach group B20 (Business-20) dalam acara B20-G20 Dialogue Digitalization Task Force di Jakarta, 7 Juli 2022, VIDA, perusahaan penyedia identitas digital terdepan asal Indonesia, mendorong dibentuknya kebijakan dan standar pelindungan data yang inklusif di Indonesia.
Seiring dunia yang beralih menjadi serba digital, tantangan seputar identitas digital, privasi, dan keamanan siber meningkat dan membutuhkan kebijakan dan kerangka kerja yang terintegrasi. Hal ini agar terbangun trust atau rasa percaya antara pengguna dan platform digital serta ekonomi digital dapat terus tumbuh. Lewat solusi digital trust berbasis sertifikat elektronik seperti tanda tangan digital dan verifikasi identitas secara online (e-KYC), VIDA mendorong masyarakat dan dunia usaha agar dapat mengontrol data dan identitas mereka tak hanya secara aman dengan standar keamanan yang tinggi, namun juga mudah digunakan dan inklusif.
Founder and Group CEO VIDA, Niki Luhur mengatakan “Jika kita melihat kembali apa tantangan terbesar bagi perusahaan fintech di Indonesia enam tahun lalu, mayoritas akan menjawab KYC (Know-Your-Consumer) tatap muka dan tanda tangan basah. Sebaik apapun platform membangun pengalaman digital yang canggih pada saat itu, kedua hal tersebut justru mendorong pengguna menjadi tidak tertarik untuk melanjutkan proses mendaftar dan bertransaksi lebih lanjut.“
Lebih lanjut, berkat implementasi kerangka regulasi identitas digital sejak 2018 yang didorong Pemerintah Indonesia, Indonesia dapat merespon berbagai tantangan digitalisasi pada saat pandemi. Salah satunya kini masyarakat dapat membuka rekening bank dan rekening investasi saham dan pasar uang secara online sepenuhnya. Tak hanya di sektor fintech, inovasi serupa dapat dilihat pada sektor e-commerce, healthtech, and edutech dimana proses onboarding pengguna atau mitra usaha secara digital, atau mengakses data rekam medis elektronis secara aman kini dapat dilakukan. “Hal ini terwujud dengan adanya proses verifikasi online menggunakan biometrik yang berbasis pada data kependudukan nasional dan juga tanda tangan digital yang memastikan segala dokumen yang ditandatangani oleh pengguna dilakukan oleh pengguna yang berhak dengan cara yang tepat dan sepenuhnya legal.” jelas Niki.
Dengan begitu, hadirnya interoperabilitas, atau kemampuan sistem elektronik dengan karakteristik yang berbeda untuk berbagi penggunaan data secara terintegrasi, khususnya bagi teknologi dan solusi digital trust menjadi sangat penting secara global.
“Sangat penting bagi pemerintah untuk berkolaborasi di luar batas negara dan menyelaraskan peraturan di tingkat global. Sebagai contoh, kelompok industri, pakar, dan dunia akademis secara global mendorong lahirnya Cloud Signature Consortium (CSC) sejak 2016 yang memudahkan hadirnya standar yang bersifat netral-teknologi untuk tanda tangan digital
berbasis cloud secara aman bagi jutaan penduduk dunia. Sebagai anggota CSC pertama dari Indonesia pada 2021 sekaligus PSrE pertama di Indonesia yang mendapatkan akreditasi global WebTrust sejak 2020, VIDA dapat mendorong jangkauan layanan identitas digital ini lebih luas serta mendorong transformasi digital dunia usaha secara global, mengingat standar terbuka dan spesifikasi teknis CSC yang sejalan dengan regulasi di berbagai negara.” jelas Niki.
Melihat pentingnya pemahaman mengenai pentingnya identitas digital yang aman di Indonesia, kerjasama pemerintah dan dunia usaha menjadi sangat penting. Kombinasi kemampuan dari dunia usaha dalam hal solusi keamanan siber dengan kebijakan pemerintah yang tepat dibutuhkan agar adopsi dapat diterapkan dalam skala besar dan juga inklusif. Hal ini agar manfaat identitas digital dirasakan secara luas, namun pada saat yang sama memiliki tingkat keamanan yang tinggi untuk melindungi masyarakat dari risiko penipuan dan pencurian identitas.
“Selain untuk melindungi data warga negara, kita perlu meningkatkan kemudahan akses masyarakat ke layanan keuangan, kesehatan, pendidikan, dan layanan pemerintah secara elektronik. Hal ini juga membutuhkan standar interoperabilitas yang jelas untuk memastikan sebanyak mungkin layanan dapat diakses dan inklusif. Untuk itu penting untuk mendorong harmonisasi peraturan pelindungan data pribadi untuk menetapkan standar dan interoperabilitas yang jelas, serta memungkinkan penyedia digital trust untuk menggunakan sumber data lintas batas yang otoritatif untuk memaksimalkan akses dan inklusivitas, di samping pada saat yang sama tetap mengurangi risiko keamanan siber global.” tutup Niki. (sar)