JAKARTA (IndoTelko) — Flourish Ventures merilis sebuah studi baru yang menegaskan pentingnya toko kelontong di Indonesia – yang dikenal sebagai warung – sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Laporan berjudul Digitizing the Corner Shop mensurvei pemilik toko dan pelanggan warung di seluruh India, Mesir, Brasil, dan Indonesia, dan mengembangkan kerangka kerja untuk memahami peluang mendigitalkan toko kelontong.
Laporan tersebut menemukan bahwa di keempat pasar, perusahaan-perusahaan start up teknologi menyediakan perangkat dan fasilitas online murah untuk toko-toko tersebut, yang dapat menghasilkan peningkatan pendapatan 60-100%+ bila diterapkan dalam skala besar.
Di Indonesia, Flourish mensurvei lebih dari 200 warung dan pelanggan mereka guna menilai potensi teknologi digital untuk membuka peluang efisiensi dan keuangan yang lebih besar bagi warung “emak-emak dan bapak-bapak” di lingkungan kita ini.
Survei menemukan 98% konsumen berniat untuk terus berbelanja dalam jumlah yang sama banyak atau lebih di warung-warung lokal sekitar mereka di masa depan. Pada saat yang sama, 84% pemilik warung mengatakan mereka sudah menggunakan aplikasi digital untuk membantu menjalankan bisnis mereka saat ini.
Adapun 3,5 juta warung di Indonesia mewakili 70% dari penjualan di pasar grosir yang bernilai US$257 miliar, meskipun ada persaingan dari pengecer besar.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa warung merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari di Indonesia dan akan tetap penting bagi perekonomian lokal dan nasional.
“Pandemi telah mendorong penggunaan teknologi digital oleh pelanggan. Meskipun demikian, toko-toko kecil di berbagai tempat di Indonesia – atau warung – terus menjadi kontributor yang signifikan bagi perekonomian dan mendapat kepercayaan pelanggan,” kata Penasihat investasi global di Flourish Ventures Smita Aggarwal.
“Penelitian kami menegaskan bahwa toko-toko tradisional ini menawarkan kenyamanan dan layanan yang tak tertandingi kepada pelanggan mereka. Bayangkan peluang bagi perekonomian jika mereka dapat memanfaatkan teknologi digital dan menjadi lebih efisien. Membantu pemilik toko memecahkan masalah dalam bisnis mereka akan menciptakan siklus yang baik dengan meningkatkan penjualan, meningkatkan margin, serta berkontribusi pada PDB dan ekosistem yang lebih luas,” tambahnya.
Temuan utama riset meliputi:
1. 67% pelanggan mengatakan bahwa mereka berbelanja di warung setempat setiap hari, berkontribusi sebesar US$180 miliar dalam penjualan toko kelontong di Indonesia. Tidak seperti anggapan umum, ini menandakan bahwa warung terus berkembang beriringan dengan toko-toko modern jenis lainnya.
2. Ketika ditanya tujuan belanja mereka, 40% pelanggan yang disurvei menyebutkan pasar lokal merupakan tempat yang paling sering dikunjungi, dibandingkan hanya 10% yang membeli bahan makanan secara online.
3. 79% pelanggan mengatakan mereka membeli lebih banyak bahan makanan dari warung-warung setempat selama lockdown atau pembatasan.
4. Hampir semua pelanggan yang disurvei (90%) menilai kenyamanan sebagai hal paling berharga saat berbelanja di warung, sementara 80% pembeli menyebut layanan pelanggan sebagai pembeda utama.
5. Mayoritas pemilik warung warung (84%) mengatakan bahwa mereka menggunakan aplikasi pesan untuk berkomunikasi dengan pemasok dan pelanggan; 25% berusaha meningkatkan penggunaan teknologi digital dalam dua tahun ke depan untuk meningkatkan penjualan online, komunikasi, dan pengiriman.
6. Sebagian besar pemilik toko (78%) mengatakan mereka nyaman menggunakan alat digital, tetapi tetap ada hambatan karena 41% mengaku kesulitan mempelajari atau mengadopsinya.
7. Para pemilik warung juga berambisi untuk tumbuh dan menyebut bahwa memperluas penawaran produk sebagai prioritas utama (33%), diikuti dengan meningkatkan pendapatan toko (25%).
Peluang
Penelitian Flourish juga menemukan bahwa warung-warung di Indonesia berjuang untuk membiayai bisnis mereka dan menghadapi tantangan dalam membeli dan mengelola persediaan.
“Warung-warung kerap berjuang dengan inefisiensi rantai pasokan, akses terbatas ke modal kerja, serta perkiraan penjualan yang dapat membantu mereka tumbuh. Bila mereka ingin berkembang di abad ke-21, pemilik warung harus fokus pada digitalisasi toko mereka. Digitalisasi akan membantu mereka dalam mengakses produk embedded finance.”
“Kami percaya, dari sudut pandang ekonomi, sangat penting bahwa warung tetap ada di jantung lingkungan setempat Indonesia, didukung piranti digital untuk meningkatkan pertumbuhan dan keuntungan mereka,” tambahnya.
Temuan tambahan lainnya:
1. Para pemilik warung menyebutkan bahwa mengelola inventaris dan penempatan produk merupakan kesulitan terbesar (41%) dalam menjalankan bisnis mereka, sedangkan memasok produk dari toko grosir dan melakukan pemesanan serta menerima produk juga kerap sulit dilakukan. Nah, pelacakan dan pembelian inventaris secara digital dapat meningkatkan produktivitas serta menghasilkan jejak data bagi aplikasi keuangan, baik dengan pembayaran digital dan pembiayaan di sisi pembelian atau memanfaatkan angka penjualan untuk tujuan pinjaman bisnis.
2. Meskipun menawarkan hutang kepada pelanggan adalah keunikan warung, namun hanya 35% pemilik toko yang bisa memperoleh akses pinjaman ke bank resmi; 28% mengatakan mereka meminjam melalui cara informal seperti pinjam keluarga dan teman. Hanya 4% yang melaporkan meminjam dari pemberi pinjaman digital. Ada beberapa titik di mana embedded finance dapat memanfaatkan data warung untuk mengamankan atau menawarkan kredit.
3. 52% warung mengakui bahwa mereka menghadapi kesulitan uang tunai saat menjalankan bisnis mereka – hal ini menjadikan tantangan arus kas sebagai cara untuk memperkenalkan embedded finance, yang dapatmenghilangkan risiko operasional dan membuka peluang untuk melibatkan institusi keuangan yang lebih tradisional.
4. Hampir semua pemilik toko yang disurvei (90%) mengatakan bahwa mereka tidak pernah mempertimbangkan atau mengajukan pinjaman online karena jangka waktu pinjaman yang pendek (36%), jumlah pinjaman yang tidak mencukupi (27%) atau suku bunga yang tinggi (27%). Efisiensi yang didapatkan dari digitalisasi dan hambatan biaya yang bisa dihilangkan, bisa berarti bahwa tantangan ini mampu menjadi jalan masuk bagi embedded finance untuk menjadi solusi perbaikan model bisnis warung.(wn)