JAKARTA (IndoTelko) - Seorang petani tahu benar masalah apa yang Ia hadapi sehingga ketika mengatakan kepada anaknya, "cukup bapak yang jadi petani, kau jangan", tentu lah ada alasan panjang di belakangnya. Pun, ketika anak dengan kesadaran mandiri bertekad tidak ingin menjadi petani seperti kedua orangtuanya, tentu karena apa yang Ia lihat dan alami sungguh menyakitkan.
Begitulah Muhaemin berkeras tak ingin bernasib seperti kedua orang tuanya yang petani. Ia ingin punya pendapatan yang lebih baik, lebih tinggi, dan stabil. Maka di usia muda ia meninggalkan Indramayu, kampung kelahirannya dan merantau ke Rangkasbitung.
Di awal tahun 2002, ia mengenal kerasnya kehidupan orang dewasa. Dimulai dari bekerja di tambang emas di bilangan Pongkor, Rangkasbitung, selama dua tahun sebelum akhirnya ditutup karena ada gejolak. Lalu, ia putuskan pulang ke Indramayu tapi ngotot tak sudi Bertani. Muhaemin lebih rela menjadi sales filter air minum, lantas berganti lagi bekerja di garment yang memproduksi kaos selama 3 tahun sembari membuka usaha counter handphone di tahun 2005.
Tapi, Tuhan memang punya rencana yang tidak bisa dibantah. Tahun 2007 atas ajakan seorang kawan, Muhaemin "ikut-ikutan" menjadi penyuluh swadaya. Ia sebut demikian karena saat itu sekadar mengisi waktu luang saja. Apatah dikata, ternyata inilah awal mula keberhasilan Muhaemin.
Koperasi Tani Mulus
Ketertarikan Muhaemin di dunia pertanian di mulai setelah ia menjadi relawan penyuluh swadaya, terlebih tahun 2010 ia masuk ke dalam pengurusan beserta 6 orang lainnya dan di tahun 2012 didorong masuk menjadi ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani).
"Barulah saya berpikir, masa sih saya tidak terjun langsung di pertanian? Akhirnya saya meminta ke saudara untuk menyewa tanahnya seluas 1 hektar, saya aplikasikan apa yang saya dapat selama menjadi penyuluh swadaya karena saya juga memiliki beban moral untuk memberikan contoh kepada petani atau anggota bahwa dalam budidaya itu seharusnya seperti ini," papar Muhaemin.
Muhaemin sadar bahwa petani tidak bisa bergerak sendiri. Jadi, selain turun langsung di budidaya, Ia juga menjaring kemitraan-kemitraan baik dengan pemerintah juga swasta.
Ia mengenang perjalanan 10 tahun silam betapa banyak kegiatan dan program kerja sama yang dijalankan, salah satunya Saung Meeting. Berangkat dari kesadaran pentingnya pembinaan mindset di kalangan petani, ia memilih Saung Meeting sebagai sarana mempertemukan anggota, baik petani dan penyuluh untuk menyampaikan keluh kesah ketimbang membagi-bagi dana bantuan itu dalam bentuk cair.
Cibiran pun datang dari petani, tapi lambat laun mereka paham apa yang dimaksud Muhaemin dan merasakan manfaatnya. Di Saung Meeting, selain digunakan untuk keperluan seputar pertanian, juga jadi pusat pelatihan keterampilan anak-anak, termasuk anak putus sekolah dan disabilitas. Sampai akhirnya Muhaemin menahkodai kelembagaan pertanian, menjadi koperasi hingga korporasi saat ini.
Apa yang membuat orang enggan menjadi petani?
Kerja petani itu berat, tidak semata bersifat fisik tetapi dari hulu ke hilir menguras pikiran. Bagaimana tidak, petani tak sua mendapatkan kepastian akan hasil panennya. Di hulu, ketika ia akan memulai budidaya, petani kesulitan mendapatkan pinjaman dari lembaga pembiayaan. Lalu ketika sudah proses budidaya, petani kekurangan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Kemudian di hilir, acapkali petani bingung harus memasarkan hasil panen ke mana. Sebab, inilah petani sering terjebak dalam jerat tengkulak.
Berangkat dari sini, Muhaemin bersama Koperasi Tani Mulus memberikan dana talangan untuk petani. "Kalau jual ke tengkulak kan dia langsung dapat uang dari berapa yang ditimbang, tetapi kalau di koperasi padinya disimpan untuk menanggulangi pembiayaan petani di musim tangan berikut".
"Yang jelas pada intinya kalau petani di hulunya sudah dipegang dengan mendapat akta pembiayaan misalnya, lalu di hilirnya sudah ada kepastian pasar, bisa dipastikan petani akan mendapatkan kesejahteraan," lanjutnya.
Muhaemin pun memberi catatan bahwa apa yang ia sampaikan pun harus memiliki naungan, harus ada wadah yang mampu mengelola itu.
Tahun 2019 Koperasi Tani Mulus telah memiliki keanggotaan sekitar 700 petani dan mengalami peningkatan yang signifikan. Hingga saat ini tercatat sudah lebih dari 2000 anggota. Semula, Tani Mulus hanya menjual gabah saja, tetapi mengingat Indramayu yang merupakan Kabupaten lumbung padi nasional yang belum memiliki brand beras sendiri, akhirnya Muhaemin mulai mengembangkan sektor beras dengan brand Tani Mulus.
Di pertengahan 2017 hasil uji lab keluar, berikut penomoran barcode dan sebagainya sehingga layak edar di market dan supermarket dan membawa beras Indramayu ke kancah ritel modern.
Siapa tak girang ketika bertemu market yang menggiurkan? Muhaemin dipinang Yogya Toserba dan Transmart untuk memasuk beras. Tapi rekah senyum itu tak lama, karena skema pembayaran tempo ternyata tidak sanggup menopang cashflow bisnis Tani Mulus. Inilah masalah sebenarnya yang memukul mundur Muhaemin.
"Kita masuk dalam dua segmen pasar ritel yaitu di Yogya Toserba dan Transmart, di Yogya Toserba tempo pembayarannya itu sampai 14 hari sedang di Transmart bisa mencapai satu setengah bulan, ini menjadi dilema kan kita mengirim beras tidak dalam jumlah kecil," ungkap Muhaemin.
Ia menjelaskan jika dalam sekali PO beras yang dikirim bisa mencapai 10 ton di Transmart dan 6 ton di Yogya, sedang dalam seminggu bisa turun 2 PO. Bisa dibayangkan berapa uang yang mengendap dengan sistem konsinyasi ini yang mengakibatkan di PO selanjutnya Muhaemin tidak bisa memenuhi permintaan karena ia harus membayar petani cash. Dari sini isu mengenai lembaga pembiayaan muncul.
Sebetulnya, ketika Muhaemin mendapatkan invoice dari pasar ritel modern tersebut, ia sudah memiliki kepastian buyer. Namun, karena pihak perbankan belum ada yang memberikan pinjaman atau dana talangan, terpaksa kerjasama dengan pasar ritel modern tersebut harus di hold dulu. Bukan itu saja, Muhaemin juga terpaksa menolak permintaan dari BliBli.com, Lusindo, juga PI Pangan padahal permintaan mereka cukup besar bisa sekitar 700 ton per minggu.
Saat ini Muhaemin hanya memegang satu pasar yang kebutuhannya paling besar per minggu bisa mencapai 1200 ton, baik Gabah Kering Pungut (GKP), Gabah Kering Giling (GKG), Pecah Kulit (PK) selain ke toko-toko individu yang bisa membayar cash, selain juga memenuhi kebutuhan bantuan sosial (bansos) pemerintah.
"Kalau ngikut bansos sebetulnya besar juga dalam satu bulan bisa mencapai 1600 ton, tapi kan pasang surut tergantung ketentuan yang dikeluarkan pemerintah, paling untuk konsumen langsung atau toko kita sudah punya 4 outlet dengan perputaran beras sekitar 40 ton per hari," ujarnya.
Agree
Salah satu yang menyebabkan keengganan lembaga pembiayaan memberikan pendanaan adalah historical data yang tidak rapi dan tercecer. Ini pun menjadi kendala yang cukup serius yang dialami Tani Mulus. Dengan jumlah keanggotaan sekian itu tadi, ia harus mencurahkan tenaga lebih dalam pengontrolan tiap mitra dan jika dilakukan secara manual atau konvensional bisa dibayangkan berapa waktu yang dibutuhkan.
Agree menjawab permasalahan itu lewat aplikasi yang diunduh oleh petani, Muhaemin selaku Offtaker bisa memonitoring melalui dashboard yang bisa dipantau melalui ponsel kapanpun dan di manapun.
"Adanya Agree kita sangat terbantu sekali secara data maupun secara kontrol teknis di lapangan, jadi enak tinggal lihat dashboard. Kita bisa pantau di wilayah kecamatan mana, petaninya siapa saja, sedang proses apa, itu keuntungan besar bekerjasama dengan Agree. Sebelum menggunakan Agree, saya harus check by phone satu persatu," tambah Muhaemin.
Muhaemin menceritakan, salah seorang anggota pernah mengutarakan bahwa sejak memakai aplikasi Agree, ia jadi bisa mengukur seberapa besar pengeluaran selama menjalankan budidaya yang sebelumnya tidak pernah tercatat, dan ketika tahu besaran pengeluaran itu, maka saat panen tiba ia bisa menghitung berapa keuntungan sebetulnya yang diperoleh dan ini mengubah pola konsumtifnya dulu.
Agree tidak hanya memperbaiki sistem pencatatan menjadi lebih rapi dan tertata, tetapi dampaknya lebih dari itu. Dengan Agree, tata kelola bisnis Tani Mulus pun menjadi lebih efisien dan mengurangi boncos akibat lalai mencatat. Secara sistem Muhaemin sekarang gampang mengecek berapa omzet yang didapatkan per hari, begitu pun dengan data pembeli dan produk apa saja yang dikeluarkan, berapa jumlah stok yang masih tersedia, semua jelas terpantau sehingga uang keluar-masuk di hari itu jelas terlihat.
"Bekerja sama dengan Agree kami merasakan dampak dan manfaat terkait pencatatan data petani. Kami berharap Agree juga bisa memberi layanan akuntansi secara keseluruhan bagi koperasi seperti kami sehingga kami tidak perlu mengambil sistem dari tempat lain jadi cukup hanya di Agree saja," ujarnya.
Tidak berhenti di situ, menurut Muhaemin, Agree juga saat ini sedang mengawal proses pembiayaan yang memang selama ini masih menjadi ganjalan. Agree yang menghubungkan antara petani dengan akses pembiayaan dan akses pasar, diharap bisa membawa Tani Mulus go internasional.
"Bukan saja kepuasan dan kesenangan jika Tani Mulus bisa go internasional, tetapi nantinya dari hasil ekspor bisa membawa dampak besar bagi petani. Artinya, nilai pendapatan petani akan meningkat manakala akses pasar bisa luas dan besar. Harapan kami juga semoga dengan Agree makin banyak petani yang melek digital. Era kita adalah era digital, kalau tidak digital ya kita ketinggalan," pungkas Muhaemin.(ak)