JAKARTA (IndoTelko) - Sumber Daya Manusia (SDM) alias talenta yang memiliki skill digital tinggi seperti arsitektur cloud dan pengembangan perangkat lunak akan berkontribusi sekitar US$ 129 miliar (Rp 621,4 triliun) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Indonesia.
Hal ini terjadi karena para pekerja tersebut menerima gaji yang lebih besar 121% dari yang diterima pekerja dengan latar belakang pendidikan yang sama, tetapi tidak menggunakan keterampilan digital dalam pekerjaan.
Demikian salah satu hasil riset "Asia Pacific Digital Skills Study: The Economic Benefits of a Tech-Savvy Workforce" hasil kerjasama Amazon Web Services (AWS) dengan Gallup belum lama ini. Sebanyak 1.412 pekerja dewasa dan 348 pemberi kerja di Indonesia dari berbagai organisasi sektor publik dan swasta dan industri disurvei.
"Di Indonesia tengah terjadi transformasi digital yang mengubah cara manusia bekerja hingga cara mereka hidup. Riset ini menunjukkan bahwa keterampilan digital menciptakan nilai ekonomi yang amat besar di tingkat individu, organisasi, hingga makro ekonomi," kata Ekonom Utama Gallup Jonathan Rothwell.
Rothwell menambahkan, seiring dengan bertambahnya organisasi dan perusahaan yang memindahkan sistem TI mereka ke cloud ke depannya, dan teknologi baru terus bermunculan, digitalisasi akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru dalam jumlah yang besar.
"Peluang Indonesia di tengah kompetisi ekonomi digital bergantung pada keberadaan tenaga kerja yang mumpuni dan berketerampila tinggi, yang akan mendorong laju inovasi, saat ini dan nanti," ujar Rothwell.
Saat ini, di seluruh dunia sedang terjadi percepatan transformasi digital dalam bisnis dan lembaga pemerintah, sehingga permintaan akan pekerja digital dengan keterampilan tingkat tinggi akan tetap tinggi di tahun-tahun mendatang.
Meski demikian, masih dari riset tersebut, sebanyak 84% pemberi kerja Indonesia melaporkan bahwa mereka ingin mengisi pos-pos pekerjaan yang mensyaratkan keterampilan digital, tetapi 86% mengaku kesulitan untuk menemukan talenta yang mereka butuhkan.
Hal yang menjadi penghambat adalah 50% organisasi di Indonesia lebih memilih pelamar dengan gelar sarjana, bahkan untuk posisi staf TI tingkat pemula. Namun, banyak yang mulai menyadari bahwa tantangan dalam perekrutan ini dapat diatasi dengan menerima sertifikasi industri yang diajukan pelamar. Sebanyak 88% pemberi kerja setuju bahwa sertifikasi digital atau kursus pelatihan dapat diterima sebagai pengganti gelar sarjana.
"Sebagaimana ditunjukkan oleh riset Gallup ini, Indonesia memiliki peluang untuk meraup manfaat ekonomi yang luar biasa dari upaya membangun jaringan talenta cloud yang kuat guna mendukung transformasi digital yang tengah berjalan di negara ini," jelas Head of Training and Certification for ASEAN, AWS Emmanuel Pillai.
Dikatakannya, AWS bekerja sama dengan berbagai organisasi, mulai dari Universitas Indonesia, Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi & Komunikasi (BPPTIK) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga Telkomsel untuk membantu menjembatani kesenjangan keterampilan digital.
"Kami telah memberikan pelatihan keterampilan cloud tingkat dasar, menengah, hingga tinggi kepada lebih dari 400.000 orang di Indonesia sejak tahun 2017, dan inisiatif ini tak akan sampai di sini saja," tutur Pillai.(wn)