JAKARTA (IndoTelko) Sebuah survei global tahunan terhadap Chief Information Officer (CIO) oleh Lenovo mengungkapkan bahwa terlepas dari tantangan ekonomi dan tantangan anggaran teknologi informasi, para-CIO di dunia optimis tentang kekuatan teknologi dalam memberikan sebuah nilai bagi organisasi mereka.
Terlepas dari optimisme mereka, risiko teknologi juga nyata, karena 83% CIO merasa khawatir bahwa anggaran tidak akan cukup untuk berinvestasi dengan benar dalam inovasi dan transformasi digital, dan hampir setengahnya yaitu 48% CIO mengatakan mereka "sungguh" atau "sangat" khawatir.
Edisi kedua Lenovo Global Study of CIOs tahunan ( Lenovo Global Study of CIOs) menemukan bahwa para CIO (48%) lebih cenderung memprioritaskan inovasi dalam teknologi baru daripada mengoptimalkan teknologi yang sudah digunakan saat ini. Risikonya cukup tinggi, dengan 60% CIO melaporkan bahwa pembekuan investasi untuk inovasi akan berdampak pada bisnis mereka secara sekaligus atau dalam hitungan minggu, pada lingkup otomatisasi bisnis, transformasi model bisnis, analitik data dan lingkungan, sosial, dan tata kelola. Ditambah lagi, 33% CIO merasa organisasi mereka tidak cukup tangguh.
"Pekerjaan CIO semakin sangat menuntut, dan dari hasil temuan menunjukkan bahwa sebagai dampaknya, mereka mengambil risiko yang semakin meningkat. Semakin kompleks lanskap teknologi, semakin menantang bagi CIO untuk melakukan transformasi digital di seluruh organisasi dan memprioritaskan inisiatif dan investasi yang akan memberikan hasil untuk bisnis," kata President of Lenovo Solutions and Services Group Ken Wong.
Sementara satu dari lima CIO berharap anggaran teknologi informasi mereka meningkat lebih dari 10% dalam 12 bulan ke depan, mayoritas (59%) CIO mengharapkan anggaran mereka hanya meningkat dari 1% menjadi 10%. Untuk memitigasi potensi risiko, 81% CIO sangat fokus untuk memastikan aset teknologi dan tim mereka menjadi lebih gesit dan tangguh. Temuan ini sejalan dengan ketidakpuasan CIO terhadap sebagian besar basis teknologi informasi yang telah terpasang di organisasi mereka, dan sebagian besar mengatakan bahwa mereka akan mengganti setengah atau lebih aset teknologi yang mereka miliki saat ini jika ada kesempatan.
Tidak mengherankan jika CIO beralih ke penawaran "as a Service" (aaS) untuk aset teknologi mereka. Menerapkan solusi aaS dapat menyederhanakan dan mengoptimalkan segalanya, memungkinkan para pemimpin teknologi informasi untuk fokus pada inovasi dan lebih tanggap dalam merespons perubahan organisasi mereka. Dengan sistem pembayaran sesuai penggunaan mulai dari pengadaan hingga penerapan, dan pengelolaan infrastruktur hingga perangkat keras beserta lisensi aaS memberdayakan CIO dan tim teknologi informasi untuk fokus pada inovasi atau hal yang lebih strategis, hal ini merupakan manfaat yang disadari sebagian besar CIO.
Sebagian besar (92%) CIO sedang mempertimbangkan untuk menambahkan solusi aaS baru ke dalam aset teknologi mereka selama dua tahun ke depan. Hal ini didukung oleh 71% CIO yang mengatakan bahwa antara 11% dan 50% sistem teknologi informasi mereka saat ini telah dijalankan dengan berbasis aaS. Perangkat lunak aaS, infrastruktur aaS dan perangkat aaS digunakan oleh lebih dari setengah CIO, jumlah ini merupakan lebih banyak daripada tahun sebelumnya.
Peluang Organik
Dua prioritas utama sangat menonjol dari penelitian ini. Pertama, munculnya kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin (AI/ML) sebagai prioritas utama teknologi informasi yang mendorong ambisi untuk berinovasi. Kedua, adalah peluang yang berhubungan dengan pengelolaan manusia orang lain, mengingat bahwa menarik dan mempertahankan karyawan sangat penting untuk kesuksesan perusahaan.
AI/ML dengan cepat menjadi prioritas mendesak bagi CIO karena mereka berusaha untuk tetap mengikuti perkembangan pesat kemajuan teknologi. Tidak kurang dari 43% CIO merasakan "tuntutan mendesak" untuk menjadikan AI/ML sebagai prioritas, hanya sedikit di belakang angka keamanan siber yang mencapai 51%. Sebanyak tiga dari lima pimpinan teknologi informasi juga mengalami tuntutan untuk lebih mengoptimalkan operasional perusahaannya.
Tantangan yang masih tetap signifikan bagi CIO saat ini dalam memperluas peran bisnis mereka dan menjalankan peran untuk mendigitalkan operasi lintas departemen adalah tanggung jawab terkait pengelolaan karyawan, termasuk perekrutan dan retensi (59%), mengelola tenaga kerja jarak jauh (59%), mengelola tim global (58%), dan keragaman, kesetaraan, dan inklusi (55%).
"Mengingat fokus pada teknologi terdepan seperti AI dan tantangan dalam manajemen karyawan, ada celah yang jelas dapat diisi oleh mitra solusi teknologi informasi, seperti Lenovo. Kemampuan untuk merancang dan menghadirkan berbagai solusi mulai dari perangkat keras hingga edge dan cloud, serta didukung oleh AI, tidak hanya merampingkan operasional sehari-hari tetapi juga memberdayakan organisasi untuk berinovasi dengan gesit, dan memaksimalkan aset teknologi untuk memenuhi ambisi bisnis mereka," kata Wong.(ak)