JAKARTA (IndoTelko) - Sebanyak 61% pemimpin departemen IT (information technology/ teknologi informasi) dari sejumlah perusahaan di Indonesia kewalahan dengan volume jumlah data yang mereka kelola dan simpan. Hal ini berdasarkan Laporan Data Management Infrastructure Dynamics, survei global terbaru oleh Hitachi Vantara, infrastruktur modern, manajemen data, dan solusi digital anak perusahaan Hitachi, Ltd. (TSE: 6501).
Dalam studi ini juga mengungkapkan bahwa 75% dari para pemimpin IT di Indonesia khawatir mengenai bagaimana infrastruktur yang sudah ada dapat ditingkatkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berkembang di kemudian hari.
Survei ini diambil dari 1.288 responden eksekutif C-level dan pembuat keputusan dari departemen IT di seluruh dunia, termasuk 88 eksekutif di Indonesia, bertujuan untuk mengukur sejauh mana usaha yang dilakukan organisasi untuk mengelola infrastruktur data mereka dengan cara yang aman dan berkelanjutan.
Studi ini menggarisbawahi bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia setuju bahwa data adalah aset mereka yang paling berharga, 35% mengatakan mereka mengkhawatirkan ketahanan infrastruktur dan keberlangsungan data. Mayoritas bisnis di Indonesia (72%) juga mengungkapkan bahwa mereka khawatir tidak dapat mendeteksi data breach tepat waktu untuk melindungi data mereka.
Dikatakan Country Manager Indonesia, Hitachi Vantara, Ming Sunadi, banyak perusahaan di Indonesia yang masih menyimpan data mereka ke dalam sistem penyimpanan tanpa memiliki strategi data yang tepat. Dengan meningkatnya tekanan kewaspadaan dan kebutuhan akan solusi keamanan dan pemulihan mutakhir di seluruh platform data, tidak heran jika lebih dari setengah pemimpin IT di Indonesia mengungkapkan bahwa mereka membutuhkan bantuan dalam meningkatkan keamanan siber.
"Kami melihat adanya peningkatan permintaan untuk modernisasi infrastruktur data yang dapat memanfaatkan nilai data yang lebih besar, sekaligus mengurangi jejak karbon organisasi. Usaha perusahaan dalam memprioritaskan keamanan siber secara proaktif adalah kunci dalam perkembangan bisnis dan menangkap peluang pasar di tahun-tahun mendatang," ujarnya.
Survei ini juga memaparkan bahwa meskipun 78% pemimpin IT di Indonesia mengatakan infrastruktur merupakan aspek penting untuk strategi transformasi bisnis mereka, hanya 29% dari mereka yang yakin bahwa solusi mereka saat ini dapat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan data mereka. Sementara, di antara para pemimpin ini, 76% khawatir infrastruktur mereka tidak cukup tangguh untuk memulihkan semua data dari serangan ransomware. Mayoritas dari mereka (89%) setuju bahwa organisasi mereka harus terlibat dalam transformasi digital untuk bertahan. Mengacu pada studi tersebut, Hitachi Vantara menyarankan untuk menempatkan strategi perlindungan data yang tepat untuk memastikan ketahanan dan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Dalam studi tersebut, sebanyak lebih dari tiga perempat (82%) pemimpin IT di Indonesia menganggap pusat data mereka ramah lingkungan. 74% dari mereka telah menetapkan tujuan untuk mengurangi konsumsi energi pusat data mereka dan 78% di antaranya saat ini mengukur konsumsi energi mereka untuk memenuhi tujuan tersebut.
Sedangkan 29% dari responden mengakui bahwa infrastruktur data mereka menggunakan terlalu banyak energi, dan lebih dari separuh (53%) mengakui bahwa kebijakan keberlanjutan perusahaan mereka tidak dapat mengatasi dampak pada penyimpanan data yang tidak terpakai.
Ming menambahkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan lonjakan konsumsi energi sebesar 31% menurut Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia (HEESI) 2022, menjadi krusial bagi para pemimpin IT untuk mengambil langkah dalam memastikan komitmen yang lebih besar terkait target keberlanjutan.
"Di Hitachi Vantara, kami bertujuan untuk selalu membantu bisnis mencapai keseimbangan yang harmonis antara performa pusat data, skalabilitas, keberlanjutan, dan keamanan. Melalui modernisasi infrastruktur data, bisnis akan dapat mengoptimalkan kinerja, menyelesaikan tantangan keberlanjutan dan keamanan, sambil memastikan mereka mampu memenuhi permintaan data mereka untuk tahun-tahun mendatang," katanya.
Studi penelitian manajemen data ini dilakukan oleh Reputation Leaders, sebuah penelitian independen dan konsultan thought leadership. Hasil dikumpulkan melalui survei online dengan pakar industri. Studi dengan 41 pertanyaan dilakukan di antara eksekutif C-suite dan pemimpin IT.
Perusahaan direkrut dari semua industri besar di 12 pasar (AS, Brasil, Meksiko, Inggris, Jerman, Italia, India, Singapura, Indonesia, Cina, Australia, dan Selandia Baru). Data diberi bobot untuk memastikan pembagian 70:30 antara pemimpin IT dan eksekutif C-suite. Industri juga diberi bobot yang sama. (mas)